Nama lain | STFT Jakarta |
---|---|
Nama sebelumnya | Hoogere Theologische School Sekolah Tinggi Teologi Jakarta |
Jenis | Sekolah tinggi |
Didirikan | 1934; 90 tahun lalu (1934) |
Rektor | Pdt. Septemmy E. Lakawa, Th.D. |
Alamat | Jl. Proklamasi No. 27, 10320 , , , |
Situs web | stftjakarta |
Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta, sebelumnya Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, adalah sebuah sekolah tinggi teologi Kristen yang berlokasi di Jakarta, Indonesia. Resmi berdiri sejak tahun 1934 sebagai Hoogere Theologische School (HTS) di Bogor (Buitenzorg),[1][2][3][4] STFTJ adalah lembaga pusat pendidikan teologi pertama sekaligus perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia.[1]
Sekolah ini didirikan untuk menjawab visi yang dilontarkan oleh H. Kraemer pada akhir tahun 1920-an, sebagai suatu upaya mempersiapkan pendeta-pendeta di Indonesia.[5] Menurut Kraemer, harus ada suatu orientasi baru dalam pendidikan teologi.[5] Orang Indonesia tidak boleh dididik untuk hanya menjadi pembantu atau penolong pendeta atau zendeling Belanda.[6]
Pada tahun 1936 sekolah ini dipindahkan ke Jakarta, kemudian pada tahun 1954 namanya berubah menjadi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta.[1][2][4] STT Jakarta lahir sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi yang berusaha untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.[7]
Prof. Dr. Mulller Kruger, rektor STT Jakarta (rektor pertama adalah Dr. J.R. Slottemaker de Bruine), pada tahun itu juga memperkenalkan apa yang disebut theologia in loco, teologi yang diharapkan tidak asing bagi Indonesia dan dapat berbuah bagi Gereja-gereja di Indonesia.[5][8] Pada waktu itu masa pendidikan berlangsung enam tahun dan diharapkan dapat menghasilkan pendeta berbangsa Indonesia dalam waktu yang sesingkat mungkin dan hasil sebaik mungkin.[5]
Antara tahun 1942-1945, pada masa pendudukan Jepang, dosen-dosen HTS ini ditawan dan perkuliahan pun terhenti.[1] Akibatnya, sekolah terpaksa ditutup.[1] Ketika dibuka kembali pada tahun 1946, sangat dirasakan kebutuhan untuk mendidik sebanyak mungkin tenaga Indonesia dalam waktu yang singkat, untuk pelayanan gereja-gereja pada masa depan.[1] Oleh karena itu, program pendidikan pun diarahkan untuk menghasilkan tenaga-tenaga profesional di bidang teologi yang berwawasan ekumenis.[5]
Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, HTS dikembangkan menjadi suatu lembaga pendidikan teologi yang sepenuhnya setaraf dengan pendidikan universitas.[1] Pada 27 September 1954 nama HTS diubah menjadi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, dan tanggal tersebut diambil menjadi tanggal peringatan berdirinya STT Jakarta.[1] Sejak 27 September 1954, untuk pertama kalinya ijazah SMA dituntut sebagai syarat masuk ke STT Jakarta.[1] Selain itu, sifat ekumenis sekolah ini menjadi semakin jelas menurut gereja-gereja di Indonesia, yang ditandai dengan pergantian jabatan rektor secara bergiliran oleh dosen-dosen Indonesia.[5]
Pada tahun 1958, STT Jakarta membuka program studi lanjutannya sendiri, dan sejak 1966 juga mengembangkan program studi lanjutan South East Asia Graduate School of Theology (SEAGST), dalam rangka konsorsium Sekolah-sekolah Teologi di Asia Tenggara yang berhasil mengalihkan arus studi lanjutan ke kawasan Asia sendiri.[1]
Sejak tahun 2003, STT Jakarta mengembangkan program Pusat Pembelajaran Warga Gereja (PPWG), yang dimaksudkan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan latihan bagi gereja dan warga gereja khususnya yang berada di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.[1] Namun, saat ini kiprah PPWG juga dapat dirasakan oleh berbagai pihak di pelosok nusantara.[9]
Perpustakaan STFT Jakarta memiliki koleksi buku sebanyak 62.429 eksemplar, dengan 37.362 judul buku (per November 2009) koleksi tersebut masih ditambah ratusan judul buku, majalah, buletin, jurnal ilmiah, beberapa kaset audio, kaset vidio, DVD, dan CD.[1] Perpustakaan STFT Jakarta menjadi salah satu perpustakaan teologi terlengkap dan terbesar di Indonesia.[1]
Bengkel Pedidikan Kristiani(PK) adalah sebuah tempat yang dirancang secara khusus sehingga menjadi tempat yang akrab dan nyaman bagi mahasiswa dan bagi warga gereja secara umum.[1] Bengkel PK menjadi tempat untuk mendapatkan ide dan sumber inspirasi, berkreasi mengembangkan ide-ide, merancang dan membuat berbagai program gerejawi.[1]
Sejak Juni 2004, PDSGI diselenggarakan dengan tujuan untuk menginformasikan, menghimpun, dan mengelola dokumen-dokumen sejarah gereja Indonesia, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar negeri serta memanfaatkannya untuk menunjang studi formal di STT Jakarta dan memberi informasi bagi gereja, masyarakat, atau siapa pun yang membutuhkan informasi tentang hal itu.[10] Saat ini koleksi PDSGI terdiri dari dua bagian besar, yaitu: literatur yang sudah dipublikasikan dan dokumen lepas dan belum dipublikasikan.[10] Semua koleksi PDSGI berstatus referensi, sehingga hanya dapat dibaca di tempat.[10]
Fasilitasnya:[1]
Tim Pemimpin STFT Jakarta periode 2019-2023:
Berikut ini adalah sejumlah nama alumni STFT Jakarta yang menonjol karena prestasi dan kepemimpinannya di gereja dan masyarakat, yaitu:[1]
Nama Alumnus | Keterangan |
---|---|
A.A. Yewangoe | teolog, Ketua Umum PGI 2004-2014 |
Andar Lumbantobing | Bishop Emiritus Gereja Kristen Protestan Indonesia di Pematangsiantar |
Eka Darmaputera | teolog, etikus |
Fridolin Ukur | teolog, penyair |
Ihromi | teolog, pakar bahasa Ibrani |
Jan Sihar Aritonang | pakar sejarah gereja, Ketua I PGI |
J. L. Ch. Abineno | teolog, penulis |
Liem Khiem Yang | teolog, pakar bahasa Yunani, penerjemah Alkitab |
Marianne Katoppo | teolog feminis Indonesia pertama, pengarang |
P.D. Latuihamallo | pendeta, anggota DPR-RI |
SAE Nababan | Presiden Dewan Gereja-gereja se-Dunia, ketua Federasi Lutheran se-Dunia |
W.J. Rumambi | pendeta, Menteri Penerangan masa pemerintahan Soekarno |
Nama Dosen | Mata Kuliah yang diajarkan | Keterangan |
---|---|---|
Agustinus Setiawidi | Perjanjian Lama, Bahasa Ibrani Alkitab | Dosen Tetap |
Asigor P. Sitanggang | Perjanjian Baru | Dosen Tetap |
Bambang Subandrijo | Perjanjian Baru, Bahasa Yunani | Dosen Tetap |
Binsar J. Pakpahan | Filsafat, Etika, Teologi Publik | Dosen Tetap |
Ester Pudjo Widiasih | Liturgika dan Musik Gereja | Dosen Tetap |
Jan Sihar Aritonang | Sejarah Gereja | Dosen Tetap |
Joas Adiprasetya | Teologi Konstruktif | Dosen Tetap |
Justitia Vox Dei Hattu | Pendidikan Kristiani | Dosen Tetap |
Novy Amelia E. Sine | Pendidikan Kristiani | Dosen Tetap |
Rahel S. H. Daulay | Musik Gereja | Dosen Tetap |
Rasid Rachman | Liturgika | Dosen Tetap |
Samuel Benyamin Hakh | Perjanjian Baru | Dosen Tetap |
Septemmy E. Lakawa | Misiologi/Teologi Feminis | Dosen Tetap |
Simon Rachmadi | Spiritualitas Kristiani | Dosen Tetap |
Yonky Karman | Perjanjian Lama, Biblika | Dosen Tetap |
Yusak Soleiman | Sejarah Gereja | Dosen Tetap |
Abraham Silo Wilar | Agama-agama | Dosen Tidak Tetap |
Daniel Susanto | Teologi Pastoral | Dosen Tidak Tetap |
Denni B. Saragih | Teologi Konstruktif | Dosen Tidak Tetap |
Dina E. Siahaan | Liturgika | Dosen Tidak Tetap |
Erich von Marthin Elraphoma Hutahaean | Pendidikan Kristiani | Dosen Tidak Tetap |
Hans A. Harmakaputra | Islam, Teologi Agama-agama | Dosen Tidak Tetap |
Indah S. Ginting | Teologi Pastoral | Dosen Tidak Tetap |
Jhon P. Simorangkir | Etika | Dosen Tidak Tetap |
Kartika Diredja | Misiologi | Dosen Tidak Tetap |
Lazarus H. Purwanto | Pembangunan Jemaat, Hukum Gereja | Dosen Tidak Tetap |
Leonard Bayu Laksono Dalope | Sejarah Gereja | Dosen Tidak Tetap |
Linna Gunawan, | Homiletika | Dosen Tidak Tetap |
Maria Setiawan | Bahasa Indonesia | Dosen Tidak Tetap |
Martin Lukito Sinaga | Teologi Agama-agama | Dosen Tidak Tetap |
Michelle C. Hetharia | Musik Gereja | Dosen Tidak Tetap |
Nathanael Tarigan | Teologi Pastoral | Dosen Tidak Tetap |
Nindyo Sasongko | Teologi Konstruktif | Dosen Tidak Tetap |
Susanne A.H. Sitohang | Bahasa Inggris | Dosen Tidak Tetap |
Toar Banua Hutagalung | Teologi Konstruktif | Dosen Tidak Tetap |
Yoshua B. P. Harahap | Etika | Dosen Tidak Tetap |