Sunat keagamaan

(Dialihkan dari Sunat laki-laki keagamaan)

Sunat keagamaan umumnya dilakukan tidak lama setelah seorang bayi lahir, pada masa kecil, atau sekitar masa pubertas sebagai bagian dari upacara peralihan. Ritual sunat keagamaan sangat ditonjolkan dalam Agama Yahudi dan Islam, serta dipraktikkan dalam Gereja Ortodoks Koptik,[1] Gereja Ortodoks Etiopia, dan Gereja Ortodoks Eritrea.

Anak-anak Kubti Kristen di Mesir mengenakan kostum sunat tradisional.

Sebagian besar negara dengan mayoritas penganut agama Kristen memiliki tingkat penyunatan yang rendah (seperti di Eropa dan Amerika Selatan), sementara sunat nonkeagamaan merupakan hal umum di beberapa negara mayoritas Kristen seperti Amerika Serikat,[2] dan Filipina,[3] dan Afrika Utara dan Afrika Barat. Sunat merupakan hal umum di negara-negara seperti Kamerun,[3] Republik Demokratik Kongo,[3] Ethiopia,[3] Eritrea,[3] Ghana,[3] Liberia,[3] Nigeria[3] dan Kenya.[3] Sunat juga banyak dipraktekkan di kalangan Kristen dari Korea Selatan, Mesir, Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina, Israel dan Afrika Utara.[1] Tingkat penyunatan di Oseania sebelumnya tinggi namun sekarang relatif rendah.

Gereja Katolik menentang sunat keagamaan bagi umatnya, dan memperbolehkan praktik sunat nonkeagamaan (misalnya dengan tujuan kesehatan).[4] Sementara itu, sunat merupakan kebiasaan dalam Gereja Koptik, Gereja Ortodoks Etiopia dan Gereja Ortodoks Eritrea, yang mempertahankannya sebagai upacara peralihan.[5][6][1]

Penentang sunat keagamaan menggap hal tersebut sebagai bentuk mutilasi (pencacatan) kelamin laki-laki.[7][8]

Referensi

Works cited:

  • Glick, Leonard B. Marked in Your Flesh: Circumcision from Ancient Judea to Modern America. New York: Oxford University Press, 2005. (ISBN 0-19-517674-X)

Artikel ini memadukan teks dari Jewish Encyclopedia 1901–1906 , sebuah terbitan yang kini berada di ranah publik.The rabbinic literature and Converts to Judaism are sections are an evolution of the corresponding article which gives the followingBibliography:

  • Pocock, Specimen Historiœ Arabum, pp. 319 et seq.;
  • Millo, Histoire du Mahométisme, p. 350;
  • Hoffmann, Beschneidung, in Ersch and Gruber, Encyc.;
  • Steinschneider, Die Beschneidung der Araber und Muhammedaner, in Glassberg, Die Beschneidung;
  • Jolly, Etude Critique du Manuel Opératoire des Musulmans et des Israélites, Paris, 1899.