Status Quo (Yerusalem dan Betlehem)

Status Quo adalah sebuah kepentingan dari sejumlah komunitas agama terhadap sembilan situs keagamaan di Yerusalem dan Betlehem.[1] Tempat-tempat suci lain di Israel dan Palestina tak dijadikan subyek Status Quo karena otoritas satu agama atau satu komunitas dalam sebuah agama diakui atau berlaku.[2]

Tangga lipat yang tak dipindahkan di Gereja Makam Kudus, difoto pada 2009, masih berada di tempat yang sama setidaknya sejak abad ke-18 sebagai akibat dari Status Quo.

Status quo tersebut timbul dari sebuah firman (dekrit) sultan Utsmaniyah Osman III pada 1757[3] yang mengatur hak kepemilikan dan tanggung jawab berbagai tempat suci Kristen. Firman-firman tambahan yang dikeluarkan pada 1852 dan 1853 mendorong agar tak ada perubahan yang dilakukan tanpa kesepakatan dari seluruh enam komunitas Kristen.[a][4][5] Pemberlakuan sebenarnya dari Status Quo tak pernah resmi diberlakukan, namun ringkasan tahun 1929 yang dicetuskan oleh L. G. A. Cust, The Status Quo in the Holy Places, menjadi teks standar terhadap persoalan tersebut.[6]

Situs

Menurut Komisi Konsiliasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, Status Quo diterapkan kepada sembilan situs di Yerusalem dan Betlehem,[1] yang dibagi oleh Cust dalam tiga kategori:

Diperebutkan antar aliran Kristen

Diperebutkan antar aliran Kristen dan Islam

  • Kapel Kenaikan, Yerusalem

Diperebutkan antar aliran Yahudi dan Islam

Referensi

Catatan kaki

Kutipan

Sumber

Pranala luar