Pemilihan umum di Indonesia

Pemilihan umum untuk memilih anggota badan legislatif dan presiden di Indonesia

Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan di tingkat nasional untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden dan Wakil Presiden, serta memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota).

Pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia adalah pemilu legislatif tahun 1955 untuk memilih anggota DPR. Sebelum adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD1945) oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pemilihan umum dilaksanakan hanya untuk memilih anggota lembaga legislatif, yaitu DPR dan DPRD. Pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden sudah dilaksanakan di Indonesia dari tahun 2004. Pada tahun 2024, penetapan Daftar Pemilih Tetap oleh Komisi Pemilihan Umum terdapat 204,807,222 DPT di Tanah Air. Se-Indonesia sebanyak 203.056.748 dan 1.750.474 diaspora Indonesia di seluruh dunia.[1][2]

Dasar hukum

Garis besar pemilihan umum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Bab VIIB Pasal 22E.[3]

  1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
  2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
  4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
  6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Peraturan perundang-undangan lebih lanjut mengenai pemilihan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,[4] yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.[5][6]

Riwayat

Undang-undang sebelumnya yang pernah mengatur seputar pemilihan umum di Indonesia adalah sebagai berikut.

  • UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;[7] yang diubah dengan UU Darurat No. 18 Tahun 1955[8] dan UU No. 2 Tahun 1956.[9]
  • UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat;[10] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 1975;[11] UU No. 2 Tahun 1980,[12] dan UU No. 1 Tahun 1985.[13]
  • UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum;[14] yang diubah dengan UU No. 4 Tahun 2000.[15]
  • UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[16] yang diubah dengan Perppu No. 2 Tahun 2004[17] dan Perppu No. 1 Tahun 2006.[18]
  • UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[19]
  • UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[20]
  • UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;[21] yang diubah dengan Perppu No. 1 Tahun 2009.[22]
  • UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.[23]
  • UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.[24]
  • UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[25]
  • UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;[4] yang diubah dengan Perppu No. 1 Tahun 2022.[5][6]

Asas

Berdasarkan UUD 1945, setiap pemilihan umum di Indonesia harus berlandaskan asas-asas berikut ini.[14][26]

  • Langsung, yakni para pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa adanya perantara atau perwakilan.
  • Umum, yakni jaminan atas kesempatan menyeluruh untuk memilih dan dipilih bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu, tanpa adanya diskriminasi atau pengecualian yang berdasarkan acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
  • Bebas, yakni setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun, sehingga setiap warga negara dalam melaksanakan haknya tersebut dijamin keamanannya dalam memilih sesuai dengan kehendak hati dan kepentingannya.
  • Rahasia, yakni pemilih yang memberikan suaranya dijamin bahwa pilihannya itu tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya kepada siapa pun pada surat suara tanpa diketahui oleh orang lain. Asas tersebut tidak berlaku bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela mengungkapkan pilihannya kepada pihak mana pun.
  • Jujur, yakni para penyelenggara dan para pelaksana, para pengawas dan para pemantau, para peserta dan para pemilih, Pemerintah, serta semua pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelenggaraan pemilihan umum harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Adil, yakni setiap pemilih dan peserta mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak mana pun dalam penyelenggaraaan pemilihan umum.

Penyelenggara

Penyelenggara pemilihan umum di Indonesia adalah lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum sebagai satu kesatuan. Lembaga-lembaga tersebut ialah Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum.

Komisi Pemilihan Umum

Lambang Komisi Pemilihan Umum.

Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara nonstruktural yang berwewenang dalam mengadakan dan mengatur setiap pemilihan umum di Indonesia dalam lingkup nasional. Pada Era Orde Baru, badan ini bernama Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan dikontrol langsung oleh Pemerintah.[10] Pada pemilu 1999, LPU berganti nama menjadi Komisi Pemilihan Umum (KPU) seperti sekarang ini.[14] Lalu pada pemilu 2004, KPU menjadi lembaga mandiri yang terpisah dari Pemerintah.[19]

Berikut ini merupakan struktur hierarkis pelaksana pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.

TahunPimpinanPelaksana dalam negeriPelaksana luar negeri
NasionalProvinsiKabupaten/kotaKecamatanKelurahan/desaTPSKBRITPSLN
1955Panitia Pemilihan IndonesiaPanitia Pemilihan IndonesiaPanitia Pemilihan[a]Panitia Pemilihan KabupatenPanitia Pemungutan SuaraPanitia Pendaftaran PemilihPanitia Pemilihan Luar Negeri
1971Lembaga Pemilihan UmumPanitia Pemilihan Daerah Tingkat IPanitia Pemilihan Daerah Tingkat IIPanitia Pemungutan Suara
1977
1982
1987
1992
1997
1999Komisi Pemilihan UmumPanitia Pemilihan KecamatanPanitia Pemungutan SuaraKelompok Pelaksana Pemungutan SuaraPanitia Pemilihan Luar Negeri
2004Komisi Pemilihan UmumKomisi Pemilihan Umum ProvinsiKomisi Pemilihan Umum Kabupaten/KotaKelompok Pelaksana Pemungutan Suara Luar Negeri
2009
2014
2019
2024
Catatan


Badan Pengawas Pemilihan Umum

Lambang Badan Pengawas Pemilihan Umum.

Badan Pengawas Pemilihan Umum adalah lembaga independen yang berwenang untuk mengawasi penyelenggaran pemilu di seluruh Indonesia. Badan pengawas pemilu mulai diadakan mulai pada pemilu 1982 sebagai bagian dari Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu).[12] Pada pemilu 1999, badan ini bernama Panitia Pengawas. Dalam pemilu 2004, badan ini menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) sebagai bagian dari KPU.[14] Lalu pada pemilu 2009, badan ini menjadi lembaga yang terpisah dari KPU dengan nama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).[20]

Berikut ini merupakan struktur hierarkis pengawas pemilu di tingkat nasional dan daerah pada tiap pemilu per tahun 1982. Nama yang dicetak miring berarti kelompok tersebut bersifat ad hoc, yaitu dibentuk pada periode tertentuk dalam masa pemilu.

TahunPengawas dalam negeriPengawas luar negeri
NasionalProvinsiKabupaten/kotaKecamatanKelurahan/desaTPS
1982Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum PusatPanitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat IPanitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat IIPanitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Kecamatan
1987
1992
1997
1999Panitia Pengawas Tingkat PusatPanitia Pengawas Tingkat IPanitia Pengawas Tingkat IIPanitia Pengawas Tingkat Kecamatan
2004Panitia Pengawas Pemilihan UmumPanitia Pengawas Pemilihan Umum ProvinsiPanitia Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/KotaPanitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan
2009Badan Pengawas Pemilihan UmumPengawas Pemilihan Umum LapanganPengawas Pemilu Luar Negeri
2014Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi
2019Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/KotaPanitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/DesaPengawas Tempat Pemungutan SuaraPanitia Pengawas Pemilu Luar Negeri
2024

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum

Lambang DKPP.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) merupakan lembaga independen khusus yang menjalankan mekanisme cek dan balans (check and balance) terhadap kinerja KPU dan Bawaslu beserta lembaga di bawahnya. DKPP bertugas menangani dan menindaklanjuti pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyelenggara pemilu. DKPP mulai diadakan dalam pemilu 2014.[24] Lembaga ini merupakan kelanjutan dari Dewan Kehormatan KPU yang diadakan pada pemilu tahun 2009.[20]

Pemilihan legislatif

Hingga tahun 2024, pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga legislatif di Indonesia telah diselenggarakan sebanyak 13 kali.

Jenis pemilihan legislatif dan sistem pemilihan

Pemilihan umum legislatif pada tahun 1955 hanya untuk memilih anggota DPR, kemudian pemilihan umum legislatif pada tahun 1971–1999 untuk memilih anggota DPR dan DPRD, sementara pemilihan umum legislatif pada tahun 2004 dan sesudahnya untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPRD.

Seluruh pemilihan umum legislatif Indonesia yang pernah ada menggunakan sistem perwakilan berimbang/proporsional, yaitu jumlah kursi legislatif yang didapatkan oleh partai politik sesuai dengan perbandingan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum. Pemilihan legislatif pada tahun 1955–1999 menggunakan sistem daftar tertutup, yaitu pemilih hanya mempengaruhi jumlah kursi partai dan calon anggota legislatif ditentukan sepenuhnya oleh internal partai politik. Pemilihan legislatif pada tahun 2004 dan setelahnya menggunakan sistem daftar terbuka, yaitu pemilih mengetahui dan dapat memilih langsung calon anggota legislatif dari suatu partai yang lebih dijagokan.

TahunPemilihanSistem perwakilanSistem daftar
1955DPRBerimbang/
proporsional
Tertutup
1971DPR dan DPRD
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004DPR, DPD, dan DPRDTerbuka
2009
2014
2019

Daftar

1955

Peta hasil pemilihan legislatif 1955 menurut daerah pemilihan.

Pemilihan umum sekaligus pemilihan legislatif pertama sejak Indonesia merdeka ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Pemilu legislatif 1955, bersama dengan pemilu anggota Konstituante, dipersiapkan oleh Panitia Pemilihan Indonesia di bawah arahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yang kemudian dilanjutkan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap sejak sebulan sebelum pemungutan suara.[27] PPI berkedudukan di ibu kota dan secara hierarkis membawahi Panitia Pemilihan di tingkat daerah pemilihan (dapil), Panitia Pemilihan Kabupaten di tingkat kabupaten, Panitia Pemungutan Suara di tingkat kecamatan, dan Panitia Pendaftaran Pemilih di tingkat desa.[7]

Pemilu Era Demokrasi Liberal ini diikuti oleh 36 partai politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perorangan nonpartisan sebagai peserta yang memperebutkan 257 kursi DPR. Pemilu ini berhasil diselenggarakan di 15 daerah pemilihan, tetapi gagal dilaksanakan di dapil Irian Barat karena wilayah tersebut masih dikuasai oleh militer Belanda.[28]

Dari pemilu tersebut, sebanyak 27 partai dan satu anggota perseorangan berhasil mendapatkan kursi di DPR. Empat partai teratas yang berhasil mendapatkan puluhan kursi DPR, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 57 kursi, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dengan 57 kursi, Nahdlatul Ulama (NU) dengan 45 kursi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi.[29]

1971

Peta persebaran partai dengan perolehan suara terbanyak dalam pemilu 1971 di tiap kabupaten dan kotamadya.

Pemiihan legislatif berikutnya diselenggarakan pada tanggal 3 Juli 1971 di awal Era Orde Baru untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya. Pemilu ini dipersiapkan oleh Lembaga Pemilihan Umum yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri (yang saat itu dijabat oleh Basuki Rahmat) serta secara hierarkis terdiri dari Panitia Pemilihan Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I di tingkat provinsi, Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I di tingkat kabupaten/kotamadya, Panitia Pemungutan Suara di tingkat kecamatan, atau Panitia Pendaftaran Pemilih di tingkat desa/daerah setingkat.[10]

Pemilu tersebut diikuti oleh sembilan partai politik, yakni Partai Katolik, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), serta satu organisasi kemasyarakatan bernama Golongan Karya.[30] Kesepuluh peserta pemilu tersebut memperebutkan 360 kursi dari 460 kursi di DPR, serta juga memperebutkan empat perlima dari keseluruhan kursi di DPRD yang berjumlah antara 40 hingga 75 kursi tergantung kabupaten atau kotamadyanya.[31] Sisa 100 kursi DPR dan seperlima kursi DPRD diangkat langsung dari kalangan Golongan Karya, baik dari unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) maupun bukan, oleh Pemerintah.[29]

Dari pemilu 1971, Golongan Karya memperoleh 236 kursi DPR dan menguasai jumlah mayoritas kursi DPRD di berbagai kabupaten dan kotamadya. Empat partai peserta teratas setelah Golongan Karya berhasil memperoleh puluhan kursi DPR, yakni NU dengan 58 kursi, Parmusi dengan 24 kursi, PNI dengan 20 kursi, dan PSII dengan 10 kursi.[29]

1977

Peta persebaran partai dengan perolehan suara terbanyak dalam pemilu 1977 di tiap kabupaten dan kotamadya.

Pemilhan umum kedua di Era Orde Baru ini diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya. Pemilu ini sekali lagi dipersiapkan oleh Lembaga Pemilihan Umum.[10]

Setelah kejadian fusi partai politik pada tahun 1973,[32] peserta pemilu 1977 menjadi tinggal dua partai politik, yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta satu organisasi Golongan Karya. Ketiga peserta tersebut masih memperebutkan 360 kursi dari 460 kursi di DPR serta empat perlima dari seluruh kursi DPRD yang berjumlah antara 40–75 kursi.[31]

Pemilu 1977 masih dimenangkan telak oleh Golongan Karya. Dalam pembagian kursi DPR, Golongan Karya mendapat 232 kursi, sementara PPP mendapatkan 99 kursi dan PDI mendapatkan 29 kursi.[29]

1982

1987

1992

1997

1999

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

2004

Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.

2009

2014

2019

2024

Skema pemilihan anggota DPR

TahunPartai pesertaKursi tersediaPemenangTempat keduaTempat ketiga
PartaiKursiPartaiKursiPartai politikKursi
195536257PNI57 (22.17%)Masyumi57 (22.17%)NU45 (17.51%)
197110360Golkar360 (65.55%)NU56 (21.79%)Parmusi24 (9.33%)
19773232 (64.44%)PPP99 (38.52%)PDI29 (8.05%)
1982242 (67.22%)94 (26.11%)24 (6.66%)
1987400299 (74.75%)61 (15.25%)40 (10%)
1992282 (70.5%)62 (15.5%)56 (14%)
1997425325 (76.47%)89 (22.25%)11 (2.75%)
199948462PDIP153 (33.12%)Golkar120 (25.97%)PPP58 (12.55%)
200424550Golkar128 (23.27%)PDIP109 (19.82%)58 (10.55%)
200938 (+ 6 lokal Aceh)560Demokrat150 (26.79%)Golkar107 (19.11%)PDIP95 (16.96%)
201412 (+ 3 lokal Aceh)PDIP109 (19.5%)91 (16.3%)Gerindra73 (13%)
201916 (+ 4 lokal Aceh)575128 (22.26%)85 (14.78%)78 (13.57%)
202418 (+ 6 lokal Aceh)[33]580[34]

Jadwal

Sistem gelombang pemilihan umum kepala daerah [35]

Masa jabatan berakhirPemiluKeterangan
2015 dan 2016 (A)9 Desember 2015A
2016 (B) dan 201715 Februari 2017B
2018 dan 201927 Juni 2018C
A9 Desember 2020D
B, C & D27 November 2024
(bersama dengan pileg daerah)
Posisi201920202021202220232024
TipePresiden, DPD & DPR (17 April)Kepala Daerah (9 Desember)Presiden, DPD dan DPR (14 Februari)
Kepala Daerah & DPRD (27 November)
Presiden dan wakil presidenYaTidakYa
DPD
DPR
Gubernur dan wakil gubernurTidakLampung, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalsel, Kaltara, Sulut, Sulteng, KaltengTidakVariasi
Bupati dan wakil bupati / wali kota dan wakil wali kotaVariasi

Keterangan:

  • Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.

Penetapan hasil pemilu

PemilihanPutaran pertamaPutaran keduaKeterangan
Presiden dan wakil presidenMinimal 50%Minimal 50%syarat calon yang diajukan ialah partai politik yang memilki batas ambang 20% kursi parlemen atau 25% suara sah
Kepala daerah dan wakil kepala daerahMinimal 30%
DPRSuara terbanyak
(batas ambang 4%)
N/A
DPRDSuara terbanyak
DPD

Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat

PemilihanTotalKeterangan
Presiden dan wakilnya2
Gubernur dan wakilnya68
Wali kota/Bupati dan wakilnya1022
DPR575
DPD4 per provinsi
DPRD Provinsi35 - 120 per provinsiDiatur dengan UU Nomor 7 Tahun 2017
DPRD Kabupaten/Kota20 - 55 per kabupaten/kota

Jumlah anggota DPRD Provinsi pada Provinsi DKI Jakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat, adalah 1¼ kali lebih banyak dari DPRD provinsi menurut undang-undang.

PemilihanTotal
DPR Aceh81
DPRD DKI Jakarta106
DPR Papua55 + 14 Jalur Otsus
DPR Papua Barat45 + 11 Jalur Otsus

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.

Pemilu 2004

Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Pemilu 2009

Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Pemilu 2014

Pilpres 2014 diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan suara sebesar 53,15%, mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Pemilu 2019

Pilpres 2019 diselenggarakan pada 17 April 2019, diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Jokowi-Amin dengan nomor urut 01 dan Prabowo-Sandi dengan nomor urut 02. Pemilihan umum pada tahun ini diselenggarakan bersamaan dengan pemilu legislatif. Dan Pemilihan Umum ini dimenangkan oleh pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan perolehan suara 55,50%, diikuti oleh pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,50%.

Pemilu 2024

Pilpres 2024 adalah sebuah proses demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029. Pemilihan ini akan menjadi pemilihan presiden langsung kelima di Indonesia. Menurut KPU Pilpres 2024 akan digelar secara serentak pada 14 Februari 2024 mendatang.

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005. Tentang persyaratan calon presiden, calon anggota DPR-RI, DPD-RI, MPR-RI DPRD Provinsi dan Kabupaten disamakan dengan Pemilihan kepala daerah di Indonesia. Dana kampanye pemilihan umum dan kepala daerah di kelola oleh tim kampanye atau komunikator politik.[36]

Lihat pula

Rujukan

Bacaan lanjutan

Pranala luar