Pandemi Covid-19 di Afrika

Pandemi Covid-19 pertamakali dikonfirmasi menyebar ke Afrika pada 14 Februari 2020, dengan kasus pertama yang terkonfirmasi dilaporkan dari Mesir.[2][3] Kasus terkonfirmasi pertama pada Afrika Sub-Sahara pertamakali di Nigeria pada akhir Februari 2020.[4] Dalam waktu tiga bulan, virus ini sudah menyebar ke seluruh benua, dengan Lesotho sebagai negara terakhir yang terkonfirmasi terkena virus COVID, pada 13 Mei 2020.[5][6] Pada 26 Mei, nampaknya kebanyakan negara-negara Afrika mengalami transmisi komunitas, meski kapasitas tes terbatas.[7] Kebanyakan dari kasus teridentifikasi yang berasal dari luar Afrika datang dari Eropa dan Amerika Serikat, bukan Tiongkok, lokasi asal COVID.[8]

Pandemi COVID-19 di Afrika
Peta pandemi COVID-19 di Afrika pada 23 Mei 2021
  1,000,000+ kasus terkonfirmasi
  100,000–999,999 kasus terkonfirmasi
  10,000–99,999 kasus terkonfirmasi
  1,000–9,999 kasus terkonfirmasi
  0–999 kasus terkonfirmasi
  Tidak ada kasus atau data tidak memadai
PenyakitCOVID-19
Galur virusSARS-CoV-2
LokasiAfrika
Kasus pertamaCairo, Mesir
Tanggal kemunculan14 Februari 2020
(4 tahun, 4 bulan dan 5 hari ago)
AsalWuhan, Hubei, Tiongkok
Kasus terkonfirmasi11,984,539 (Per 10 Mei)[1]
Kasus dirawat
562,295 (Per 10 Mei)[1]
Kasus sembuh11,168,212 (Per 10 Mei)[1]
Kematian
254,032 (Per 10 Mei)[1]
Wilayah terdampak
58[1]

Pada awal Juni 2021, Afrika menghadapi gelombang infeksi COVID ketiga dengan peningkatan kasus di 14 negara.[9] Pada 4 Juli benua ini mencatat lebih dari 251.000 kasus COVID baru, sebanyak 20% peningkatan dari pekan sebelumnya, dan peningkatan 12% dari titik puncak Januari. Lebih dari 16 negara Afrika, termasuk Malawi dan Senegal, mencatat peningkatan pada kasus baru.[10] Organisasi Kesehatan Dunia menamai titik waktu ini sebagai 'Pekan Pandemi Terburuk' Afrika.[11]

Banyak upaya pencegahan sudah dilaksanakan oleh negara-negara berbeda di Afrika. Hal tersebut meliputi pembatasan berpergian, pembatalan acara,[12] penutupan sekolah, dan penutupan perbatasan.[13] Diyakini bahwa terjadi kekurangan laporan (under-reporting) pada banyak negara Afrika dengan sistem kesehatan yang kurang berkembang.[14] Menurut sebuah studi seroprevalensi musim gugur 2020 di Juba, Sudan Selatan, kurang dari 1% orang yang terinfeksi terlaporkan.[15] Hasil yang serupa ditemukan pada 2022 oleh pemodel WHO.[16]

Beberapa varian baru dari COVID ditemukan di Afrika: Varian Beta di Afrika Selatan pada Februari 2020,[17] Varian Eta di Nigeria pada Desember 2020,[18][19], dan Varian Omicron di Botswana pada November 2021.[20]

Uni Afrika mendapatkan lebih dari 300 juta dsis Vaksin Covid-19 dalam persetujuan paling besar di Afrika hingga kini, yang diumumkan pada 13 Januari 2021. Upaya ini merupakan upaya yang independen dari COVAX, yang memiliki tujuan untuk mendistribusikan vaksin COVID-19 pada negara-negara berpenghasilan rendah.[21] Namun, negara Afrika dikenakan biaya dua kali lipat dari negara Eropa mengenai harga beberapa vaksin.[22] Kelompok Tujuh (G7) menjanjikan distribusi setara vaksin pada 19 Februari 2021, meski sedikit detail dari ini diberikan.[23] Selain itu, Uni Emirat Arab maju sebagai pemberi vaksin untuk benua Afrika.[24][25]

Meski kemajuan-kemajuan ini, Afrika masih menjadi benua yang paling sedikit tervaksinasi.[26] Pada awal Juni 2021, WHO melaporkan bahwa pengiriman vaksin COVID-19 ke Afrika terhambat hingga 'hampir terhenti'.[27] Pada 8 Juni, dermawan milyuner Inggris-Sudan Mo Ibrahim mengkritik komunitas internasional secara tajam karena gagal memastikan distribusi setara vaksin ke seluruh dunia.[28] Hingga Juli 2021, hanya 2% dari populasi Afrika yang sudah tervaksinasi.[10]

Beberapa pemerintah Afrika mengalami kritik karena kurangnya persiapan yang dirasakan, skandal korupsi, dan pemaksaan lockdown yang terlambat, merusak kepercayaan kepada negara. Saat ini, 20 dari 39 negara pada daftar negara yang terdampak konflik dan rentan Bank Dunia berada di Afrika.[29][30]

Referensi