Lambang Aceh

artikel daftar Wikimedia

Lambang Aceh[a] adalah lambang yang diadopsi pada tahun 1961 melalui Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh No. 39 Tahun 1961 tentang Lambang Daerah Istimewa Aceh.[2] Lambang ini memiliki semboyan Pancacita yang diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti lima cita-cita, yaitu keadilan, kepahlawanan, kemakmuran, kerukunan, dan kesejahteraan. Lambang ini berbentuk perisai segi lima yang menyerupai kopiah. Dalam perisai tersebut terdapat dacin, rencong, padi dan kapas yang membetuk kubah masjid, lada, cerobong pabrik, kitab, dan kalam.

Lambang Aceh
Detail
PemangkuProvinsi Aceh (sebagai penerus resmi Provinsi Daerah Istimewa Aceh)
Digunakan sejak1961
PerisaiDacin, rencong, padi, kapas, lada, cerobong asap, kitab, dan kalam
MottoPancacita
Prangko lambang Aceh (2008)

Simbolisme semboyan Pancacita terdapat pada lambang ini. Keadilan dilambangkan dengan dacin; kepahlawanan dilambangkan dengan rencong; kemakmuran dilambangkan dengan padi, kapas, lada, dan cerobong pabrik; kerukunan dilambangkan dengan kubah masjid; dan kesejahteraan dilambangkan dengan kitab dan kalam.[3]

Lambang ini dirancang oleh Chairul Bahri, seorang pelukis asal Aceh berdarah Gayo.[4]

Usulan lambang baru

Simbol Provinsi Aceh yang diusulkan
Bendera
Lambang
Karena dianggap menggunakan simbol organisasi yang dilarang di Republik Indonesia, Qanun Aceh No. 3 Tahun 2013 ditolak oleh Kemendagri.

Pada tanggal 25 Maret 2013, Pemerintah Aceh di bawah Gubernur Zaini Abdullah menetapkan bendera Bulan Bintang sebagai bendera Aceh, dan lambang Singa dan Burak memegang rencong, giwang, perisai, rangkaian bunga, padi, jangkar, huruf Arab ta, kemudi, dan bulan bintang, dengan semboyan Hudep Beu Sare Mate Beu Sajan. Lambang ini dituangkan dalam Qanun Aceh No. 3 Tahun 2013, menggantikan Peraturan Daerah No. 39 Tahun 1961 tentang Lambang Daerah Istimewa Aceh. yang menjadi dasar hukum lambang Pancacita. Bendera tersebut berasal dari Gerakan Aceh Merdeka, dan diwujudkan semenjak digelar Kesepahaman antara Republik Indonesia dengan GAM di Helsinki tahun 2005, bahwa Aceh berhak menggunakan segala macam simbol yang digunakannya sebagai identitas daerah, termasuk bendera, lambang, dan himne, dan bukan simbol kedaulatan.[5] Begitu Qanun itu diundangkan, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) meminta Pemerintah Aceh untuk mengevaluasi dalam masa tenggang 15 hari karena Pemerintah Aceh diwajibkan untuk merevisi lambang Aceh.[6]

Namun Qanun Aceh ini ditolak pada 12 Mei 2016, karena dianggap menggunakan simbol-simbol organisasi terlarang atau gerakan separatisme yang beroperasi di Republik Indonesia. Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia 188.34-4791 Tahun 2016 tanggal 12 Mei 2016, lambang tersebut melanggar Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2007. Senator Aceh Ghazali Abbas Adan menyatakan bahwa "sampai hari kiamat pun tidak akan pernah diterima Pemerintah Pusat."[7]

Terpisah dari lambang versi Qanun ini, Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengusulkan alternatif kedua untuk simbol daerah Aceh. Bendera versi mereka, adalah hijau dengan bulan bintang kuning dan pedang Aceh. Sementara lambang versi mereka, mereka mengusulkan merpati, dacin, Pinto Aceh, al-Qur'an, rencong, padi, dan kapas. Bagi mereka, lambang yang diusulkan sudah cukup untuk memberi warna Islam pada identitas daerah.[8]

Catatan

Referensi


🔥 Top keywords: Halaman UtamaIstimewa:PencarianDuckDuckGoKleopatraVoice of AmericaDonald TrumpKejuaraan Eropa UEFA 2024KecubungKejuaraan Eropa UEFALamine YamalYazid bin Abdul Qadir JawasDaftar final Kejuaraan Eropa UEFADaftar presiden Amerika SerikatJepangMukesh AmbaniPartai KasihIndonesiaMikel OyarzabalIsraelTim nasional sepak bola SpanyolThe Da Vinci Code (film)Pembunuhan Muhamad Rizky Rudiana dan Vina Dewi ArsitaCopa AméricaSekawan LimoKejuaraan Eropa UEFA 2020YandexJusuf HamkaJoe BidenSembilan NagaDani OlmoKereta BerdarahShannen DohertyCopa América 2024PemerintahCarlos AlcarazPancasilaRodri HernándezDaftar final Piala Dunia FIFAÁlvaro Morata