Hiperkonjugasi

Dalam kimia organik, hiperkonjugasi adalah interaksi elektron dalam suatu ikatan sigma (biasanya C–H atau C–C) dengan suatu orbital-p, orbital σ antiikatan atau orbital π non-ikatan berdekatan yang kosong (atau terisi sebagian), atau orbital π yang terisi, untuk menghasilkan suatu perpanjangan orbital molekul yang meningkatkan kestabilan sistem tersebut.[1][2][3] Hanya elektron dalam ikatan yang merupakan β terhadap karbon bermuatan positif yang mampu menstabilkan karbokation melalui hiperkonjugasi langsung. Namun, versi perpanjangan hiperkonjugasi (seperti hiperkonjugasi ganda[4]) juga sama pentingnya. Efek Baker–Nathan, terkadang digunakan dengan pengertian yang serupa untuk hiperkonjugasi,[5] merupakan suatu aplikasi spesifik terhadap hiperkonjugasi pada beberapa reaksi kimia atau jenis struktur.[6]

Hiperkonjugasi: suatu tumpang-tindih penstabilan antara suatu orbital pi dan sigma.

Aplikasi

Hiperkonjugasi dapat digunakan untuk merasionalisasi berbagai fenomena kimia lain, termasuk efek anomerik, efek gauche, penghalang rotasi pada etana, efek beta-silikon, frekuensi vibrasi pada gugus karbonil eksosiklik, serta kestabilan relatif pada karbokation tersubstitusi serta radikal berpusat karbon tersubstitusi. Hiperkonjugasi diusulkan melalui pemodelan mekanika kuantum sebagai penjelasan tepat bagi rujukan konformasi bersilang (staggered) dibandingkan dengan gagasan buku teks lama mengenai halangan sterik.[7][8]

Efek terhadap sifat kimia

Hiperkonjugasi mempengaruhi berbagai aspek, diantaranya:[5][9]

  1. Panjang ikatan: Hiperkonjugasi disarankan sebagai faktor penentu dalam memendeknya ikatan sigma (ikatan σ). Misalnya, ikatan C–C tunggal dalam 1,3-butadiena serta metilasetilena memiliki panjang kira-kira 1.46 Å, lebih kecil dibandingkan panjang hidrokarbon jenuh sebesar 1.54 Å. Untuk butadiena, hal ini dapat dijelaskan sebagai konjugasi normal dari dua bagian alkenil. Namun untuk metilasetilena, hiperkonjugasi terjadi antara bagian alkil dan alkinil.
  2. Momen dipol: Peningkatan yang signifikan terhadap momen dipol 1,1,1-trikloroetana dibandingkan dengan kloroform dapat disebabkan oleh struktur yang mengalami hiperkonjugasi.
  3. Panas pembentukan molekul dengan hiperkonjugasi lebih besar dibandingkan jumlah energi ikatan molekul tersebut serta panas hidrogenasinya per ikatan rangkap dua yang dimilikinya lebih kecil dibandingkan panas hidrogenasi etilena.
  4. Kestabilan karbokation:
    (CH3)3C+ > (CH3)2CH+ > (CH3)CH2+ > CH3+
    Tiga ikatan σ C–H pada gugus metil yang menempel pada karbokation dapat menjalani interaksi penstabilan namun hanya satu di antaranya yang bisa didekatkan dengan sempurna dengan orbital-p yang kosong, bergantung pada konformasi ikatan karbon-karbon. Sumbangan dari dua ikatan C-H yang tidak berdekatan bersifat lemah.[10] Semakin dekat gugus metil yang ada, semakin besar penstabilan hiperkonjugasinya karena meningkatnya jumlah ikatan C–H yang berdekatan.
  5. Kekuatan hiperkonjugasi relatif: Hidrogen memiliki kekuatan lebih besar daripada isotop Deuterium dan Tritium yang memiliki kemampuan paling kecil untuk menunjukkan hiperkonjugasi di antara ketiganya. Hal ini dikarenakan energi yang dibutuhkan untuk memecah ikatan C-T > ikatan C-D > ikatan C-H, yang memudahkan H untuk mengalami hiperkonjugasi.

Lihat pula

Referensi

Pranala luar