Fahri Hamzah

Wakil ketua DPR RI 2014-2019

H. Fahri Hamzah, S.E. (lahir 10 November 1971) adalah seorang politikus Indonesia dari Nusa Tenggara Barat yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019.

Fahri Hamzah
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Bidang Kesejahteraan Rakyat
Masa jabatan
2 Oktober 2014 – 1 Oktober 2019
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
Ketua DPRSetya Novanto
Ade Komarudin
Bambang Soesatyo
Informasi pribadi
Lahir10 November 1971 (umur 52)
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia
Partai politikPKS (2004–2016)
Gelora (2019–)
Orang tua
  • H. Hamzah Ahmad[1] (ayah)
Alma materUniversitas Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan awal

Fahri tercatat pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram pada tahun 1990 hingga 1992. Dia tidak melanjutkan kuliahnya di Unram dan memilih masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1992.[2]

Di UI-lah kegiatan aktivisnya berkembang. Ia menjadi ketua umum Forum Studi Islam di fakultasnya, dan juga tercatat pernah menjadi ketua departemen penelitian dan pengembangan di senat mahasiswa universitas periode 199697.[2]

Seiring bergulirnya Reformasi pada 1998, Fahri yang aktif di organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jakarta turut membidani kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang, dan menjabat sebagai Ketua I pada periode 19981999.[3] Ia ikut serta mengorganisasi gerakan-gerakan melawan rezim Orde Baru bersama KAMMI. Bahkan, setelah jatuhnya Soeharto, ia bersama gerakannya tetap mendukung presiden baru B.J. Habibie, meskipun sebagian besar mahasiswa saat itu mulai menentang Habibie yang dianggap tidak berbeda dengan pendahulunya.[4]

Politik

MPR

Ia terpilih menjadi staf ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 19992002 dan ikut dalam diskusi-diskusi terkait amendemen UUD 1945.[5]

DPR

Fahri terpilih ke DPR pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2004 lewat daerah pemilihan NTB, tanah kelahirannya. Ia terpilih ke komisi III yang membidangi hukum dan menjadi wakil ketua, dan terus di sana sampai terpilih kembali dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009. Pada 15 November 2011, ia dipindahkan ke komisi IV yang membidangi antara lain BUMN dan perdagangan, sekaligus ke Badan Kehormatan DPR menggantikan Ansory Siregar.[6] Posisinya sebagai wakil ketua di komisi tersebut digantikan oleh Nasir Djamil, rekannya di fraksi PKS.[7]

Pada Mei 2013, Fahri dan Nasir (yang sebelumnya dipindahkan ke komisi VIII), dikembalikan ke komisi III.[8]

Kontroversi

Fahri dan Abraham Samad, ketua KPK periode 2011-2015

Dana nonbujeter DKP

Pada bulan Juni 2007, setelah menjabat sebagai anggota DPR, Fahri mengaku menerima dana nonbujeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp150 juta dari Rokhmin Dahuri yang menjabat sebagai menteri kelautan saat itu.[9] Pada berita acara pemeriksaan, Fahri mendapat Rp200 juta. Fahri mengaku mendapat dana tersebut pada periode 20022004 sebagai pembuat makalah pidato Rokhmin sebelum dirinya menjabat di DPR.[5] Sebulan kemudian, Badan Kehormatan DPR memutuskan Fahri bersalah menerima dana nonbudjeter itu. Ia dilarang menjabat pimpinan alat kelengkapan dewan sampai 2009.[5] Sanksi dari BK DPR sempat menuai protes keras dari fraksi PKS yang saat itu dipimpin Mahfudz Siddiq. Mahfudz menyatakan bahwa wakil ketua BK, Gayus Lumbuun, berusaha menggiring Rokhmin untuk Fahri bersalah dalam kasus dana nonbudjeter tersebut.[10] Tetapi, setelah pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Fahri dinyatakan bersih.

Pembubaran KPK

Pada 3 Oktober 2011, Fahri mengusulkan pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sebuah rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan fraksi dengan Polri, Kejaksaan Agung dan KPK sendiri.[11] Ia beralasan KPK gagal menjawab waktu delapan tahun untuk menangani korupsi sistemik dan mengklaim DPR sudah memberikan dukungan luar biasa untuk pemberantasan korupsi.[12] Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyebut usulan tersebut sebagai sebuah blunder,[13] sementara yang lainnya menyebut wacana tersebut tidak akan direspon publik.[14] Meskipun begitu, elit PKS mendukung pendapat Fahri ini dan fraksi PKS di DPR menolak memberikan sanksi, menyatakan opini tersebut sebagai bagian dari "kebebasan berekspresi.[15][16]

Pemecatan Oleh PKS

Pada 4 April 2016, Fahri yang saat itu duduk sebagai Wakil Ketua DPR RI dipecat oleh PKS. Ketua Majelis Syura PKS, Salim Segaf Al Jufri menilai Fahri dituding tidak memenuhi amanah dari Ketua Majelis Syuro untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR.[17] Namun, Fahri menilai ia tidak membuat kesalahan fatal yang membuat nama partainya tercemar[18]

Kehidupan pribadi

Fahri telah menikah dan dikaruniai tiga orang anak.[2]

Tanda kehormatan

Referensi

Pranala luar

Jabatan politik
Didahului oleh:
Taufik Kurniawan
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Bidang Kesejahteraan Rakyat

2014–sekarang
Petahana