Diseksi arteri koroner spontan

Diseksi arteri koroner spontan (bahasa Inggris: Spontaneous coronary artery dissection (SCAD)) adalah kelainan berbahaya yang jarang terjadi ketika salah satu arteri yang memasok darah ke jantung robek secara spontan. Kelainan ini dapat menyebabkan serangan jantung pada orang muda, walau tidak ditemukan faktor risiko.[1]

Diseksi arteri koroner spontan
Diseksi arteri koroner melibatkan pembentukan hematom (warna ungu) pada dinding arteri koroner.
Informasi umum
Nama lainDiseksi arteri koroner
SpesialisasiKardiologi Sunting ini di Wikidata

Penyebab

Pada kebanyakan kasus, faktor predisposisi atau penyebab kelainan arteri dapat diidentifikasi, tetapi dianggap idiopatik pada 20% kasus.[2][3][4]

  • Faktor predisposisi antara lain displasia fibromuskular, kehamilan, keadaan awal pasca melahirkan, multiparitas, stresor mekanis (misalnya, muntah, batuk, angkat beban, dan manuver Valsalva), stresor emosional, gangguan jaringan ikat (misalnya, Sindrom Marfan, Ehler-Danlos, Loeys-Dietz) dan adanya radang sistemik.[5]
  • Keseluruhan faktor di atas pada beberapa kasus meningkatkan tegangan pada dinding arteri koroner yang menyebabkan kelemahan dinding arteri dan meningkatkan risiko diseksi spontan.[5]

Manifestasi klinis

Pasien dengan diseksi arteri koroner spontan biasanya memiliki gejala dan tanda-tanda mirip serangan jantung. Nyeri dada atau bahu, sinkop, sesak napas, keringat dingin, dan mual, yang sering berhubungan dengan peningkatkan enzim jantung merupakan manifestasi yang sering ditemukan. Pada sebagian kecil (3% - 14% kasus) pasien datang dengan aritmia ventrikel. Beberapa kasus hadir sebagai kematian yang tidak dapat dijelaskan.[5]

Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, terdapat peningkatan enzim troponin, tetapi hingga saat ini belum ada pemeriksaan darah yang dapat membedakan diseksi ini dengan penyebab lain dari penyakit jantung koroner.

Diagnosis kelainan ini biasa menggunakan prosedur angiografi koroner. Pada pasien dengan diagnosis yang tidak dapat dipastikan dengan menggunakan angiografi koroner, pencitraan intrakoroner dengan OCT (optical coherence tomography) atau USG intravaskuler dapat dilakukan.[5]

Tata laksana

Diseksi arteri koroner spontan belum memiliki pedoman penanganan khusus karena belum ada penelitian yang cukup memadai. Ada beberapa pilihan tata laksana, di antaranya adalah PCI, CABG (coronary artery bypass grafting), terapi fibrinolitik, alat bantu mekanik hemodinamik, dan transplantasi jantung. Terapi konservatif merupakan pilihan utama pada kebanyakan pasien. Pasien harus dipantau selama 3 hingga 5 hari untuk melihat bahaya awal dari pemanjangan diseksi atau munculnya diseksi baru.[3][6][7]

Prognosis

Angka kematian diseksi arteri koroner bervariasi antara 1-5%, tetapi hampir 14% dari pasien membutuhkan revaskularisasi segera.[8][9] Mulai dari 2,2% hingga 7,4% dari pasien membutuhkan tindakan bypass setelah dilakukan prosedur medis atau PCI.[9]

Pasien dengan jenis kelamin perempuan memiliki prognosis yang lebih buruk, secara khusus pada pasien nifas, ditemukan adanya infark yang lebih besar, fraksi ejeksi yang lebih rendah, dan adanya diseksi arteri proksimal.[8]

Referensi