Bentoel Group

perusahaan asal Britania Raya

PT Bentoel Internasional Investama atau Bentoel Group adalah salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta, dengan mayoritas operasionalnya berada di Malang, dan dimiliki oleh raksasa rokok internasional British American Tobacco.

PT Bentoel Internasional Investama
Perusahaan tertutup, anak usaha
IndustriRokok
Tembakau
Nikotin
Tar
Vapor
Pemanas Tembakau
Didirikan10 September 1930 (Perusahaan Rokok Tjap Bentoel)
11 April 1987 (PT Bentoel Internasional Investama)
PendiriOng Hok Liong
Kantor
pusat
Jakarta, Indonesia
Malang, Jawa Timur, Indonesia
Tokoh
kunci
Hendro Martowardojo (Komisaris Utama/Independen)
William Lumentut (Presiden Direktur)
ProdukDunhill
Lucky Strike
Country
Commodore Filter
CLU13 (CLUB Mild)
Bentoel Biru
Star Mild
Bentoel SJT
Tali Jagat Raya
VUSE
glo
PemilikBritish American Tobacco
Karyawan
7.500
Situs webwww.bentoelgroup.com

Sejarah

Logo Bentoel Group (2020-2022)

Sesungguhnya, perusahaan yang pada saat ini bernama PT Bentoel Internasional Investama, bukan merupakan perusahaan Bentoel asli. Awalnya, perusahaan ini bernama PT Rimba Niaga Idola ketika didirikan pada tahun 1987. PT Bentoel Internasional Investama sendiri baru bisa bermain dalam industri rokok ketika mengakuisisi perusahaan rokok Bentoel "sesungguhnya", yaitu PT Bentoel Prima (yang merupakan penerus dari Bentoel yang asli sejak 1930) pada tahun 2000. Bentoel Prima kemudian menjadi anak usaha PT Bentoel Internasional Investama. Saat ini, PT Bentoel Internasional Investama menjadi perusahaan induk dari Bentoel Prima dan Bentoel Distribusi Utama.[1]

PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel dan PT Bentoel Prima

PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel

Perusahaan ini bermula dari pabrik rokok kecil bernama “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong”, yang didirikan oleh Ong Hok Liong di Malang pada 10 September 1930. Pada tahun 1951 perusahaan ini menjadi NV Pertjetakan Hien An (atau Hien An Kongsie),[2] dan pada 1954 pabrik rokok tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.[3] Dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sio Bian, Ong merintis perusahaan rokoknya sebagai industri rumahan yang dikerjakan pembuatannya dengan tangan dan dijajakan sendiri.[4] Sebelum memproduksi merek Bentoel, Ong dengan pabriknya sudah merintis banyak merek, seperti Gendang, Kelabang, Lampu, Turki, dan Djeruk Manis namun semuanya gagal dan tidak sukses. Namun, ketika pada 1935 ia berziarah di Gunung Kawi, ia seperti diberi saran oleh juru kunci makam keramat yang sering ia ziarahi, makam Mbah Djoego (EYD: Jugo). Juru kunci itu menyatakan bahwa Ong yang saat itu sering bermimpi bentul (talas belitung), artinya adalah jika nama perusahaan dan mereknya diubah menjadi bentul (ejaan lama: Bentoel) maka ia akan sukses. Entah percaya atau tidak, namun nyatanya bisnis Ong kemudian sukses dan otomatis merek Bentoel tetap dipertahankan, sejak 1935.[5][6]

Sempat berhenti pasca masuknya Jepang ke Indonesia,[7] belakangan bisnis Ong ini pun meluas, pada 1950 ia memiliki 3.000 karyawan dan meluaskan pabriknya di Blitar. Pada akhir tahun 1960-an, akibat masalah ketenagakerjaan, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi rokok kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik. Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standar pada industri tembakau nasional. Pada 1970-an Bentoel sudah menancapkan kukunya sebagai salah satu pemain besar di industri rokok nasional, dengan berada posisi ke-3. Perusahaan ini pun berusaha ekspansif dengan membangun sarana, anak usaha dan meminjam dana dari berbagai bank.[8] Saham PR Tjap Bentoel pada masa ini, tersebar pada sejumlah keluarga dan keturunan Ong.[9]

Pada akhir 1980-an, PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel menghadapi masalah ketika pabrik kretek ini tidak mampu membayar pinjamannya ke BRI dan Bank Bumi Daya senilai US$ 170 juta.[10] Masalah ini baru terungkap ke publik pada September 1991 dan menjadi pemberitaan berbagai media massa.[11] Memasuki tahun tersebut, hutang Bentoel, termasuk ke kreditor asing sudah menggelembung menjadi US$ 350 juta dan perusahaan ini terikat krisis likuiditas.[12][13] Ada yang menganggap masalah ini merupakan efek dari devaluasi mata uang oleh pemerintah, ada juga yang menganggap bahwa ini merupakan akibat dari pertikaian keluarga pemilik, namun ada juga yang menganggap Presiden Direktur Bentoel pada saat itu, Budhiwijaya Kusumanegara (yang merupakan generasi ketiga keturunan Ong Hok Liong)[14] tidak bagus dalam mengelola salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia ini. Budhiwijaya dituduh telah menyelewengkan pinjaman itu untuk kepentingannya sendiri.[15][16][17]

Keluarga pendiri kemudian memutuskan untuk menawarkan 70% sahamnya dan sepanjang Juni-Oktober 1991 sejumlah pengusaha, termasuk putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra berusaha untuk membelinya walaupun gagal. Pada akhirnya, yang mendapatkan PR Bentoel adalah Peter Sondakh dan Rajawali Wira Bhakti Utama-nya. Dalam kesepakatan keduanya, tidak ada bayaran yang diberikan Peter kecuali bahwa pemilik lama tidak akan dituntut akan hutangnya tersebut, dan pada 5 November 1991 70% saham Bentoel beralih kepada Rajawali.[16][18] Butuh waktu beberapa tahun agar Peter mampu menyehatkan perusahaan rokok ini (misalnya dengan menempatkan manajemen baru), karena banyak kreditor bank asing tersebut bahkan hampir menuntut agar Bentoel segera dilikuidasi. Walaupun demikian, kemudian pengadilan tidak menyetujui tuntutan para kreditor itu. Pada akhirnya, restrukturisasi Bentoel tuntas pada tahun 1997 dengan asetnya diserahkan pada perusahaan baru bernama PT Bentoel Prima, sedangkan PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel ditutup.[19]

PT Bentoel Prima

Pendirian PT Bentoel Prima merupakan wujud dari upaya Rajawali untuk memprofesionalisasikan manajemen perusahaan yang sebelumnya dikelola keluarga Ong selama 60 tahun tersebut. PT Bentoel Prima didirikan pada tahun 1997, dan sebagai modal awalnya adalah aset PT PR Tjap Bentoel yang diserahkan pada perusahaan ini. Untuk memuluskan rencananya, Peter secara langsung melakukan negosiasi dengan para kreditor agar perusahaan ini bisa berjalan dan berusaha mengatasi 21 masalah/akar kerugian yang menimpa Bentoel. Hasil baiknya, sejak 24 Maret 1997, PT Bentoel Prima sudah terlepas dari aneka hutang lamanya, tanpa melakukan PHK dan di tahun 1999 perusahaan ini sudah bisa mendapatkan untung.[3][20][21]

Hingga tahun 2000, Bentoel Prima merupakan perusahaan non-publik/tertutup, ketika pada tahun itu lewat mekanisme backdoor listing PT Bentoel Prima bisa masuk ke bursa saham. Akibat hal tersebut, struktur kepemilikan Bentoel Prima berubah, dari yang awalnya dimiliki langsung oleh PT Rajawali Corporation kemudian menjadi di bawah perusahaan lain bernama PT Transindo Multi Prima Tbk (yang selanjutnya pada tahun 2000 berganti nama menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk), sampai sekarang. Namun, peristiwa ini tidak terlalu mengubah kepemilikan perusahaan ini karena hingga 2009, Rajawali (Peter Sondakh) tetap menjadi pemegang saham utama di perusahaan induk PT Bentoel Prima tersebut, dan selanjutnya oleh British American Tobacco. Artinya, kepemilikan yang berubah adalah dari perusahaan induknya, bukan kepemilikan atas pabriknya secara langsung.

Sampai saat ini, Bentoel Prima masih beroperasi sebagai anak usaha utama dalam PT Bentoel Internasional Investama Tbk yang memproduksi rokok.[22] Awalnya, Bentoel Prima memiliki beberapa perusahaan anak, namun pada 2017-2019, PT Bentoel Prima melakukan penyederhanaan usaha dengan menggabungkan berbagai anak usahanya ke induknya ini dengan PT Bentoel Prima sebagai perusahaan penerima penggabungan. Perusahaan-perusahaan yang digabungkan, yaitu:

  • Pada 20 Desember 2017, Bentoel Group dimerger dengan PT Lestariputra Wirasejati (berdiri 1995), PT Java Tobacco (berdiri 2007, dahulu milik BAT Indonesia sebelum merger), PT Pantura Tobacco dan PT Cipta Pesona Bintang (belum beroperasi). Anak-anak usaha dari perusahaan-perusahaan ini, yaitu PT Bintang Boladunia dan PT Bintang Jagat Sejati (masing-masing beroperasi pada 2011 dan 2010, milik PT Lestariputra Wirasejati) dan PT Amiseta (berdiri 1957, milik PT Perusahaan Dagang Suburaman, anak usaha Bentoel Prima yang lain) juga digabungkan dalam merger dengan Bentoel Prima sebagai perusahaan penerima penggabungan.[23]
  • Pada 17 Desember 2018 dimerger dengan PT Perusahaan Dagang Suburaman (didirikan 1993).[24]
  • Pada 17 Desember 2019 dimerger dengan PT Perusahaan Dagang dan Industri Tresno (didirikan 1955).[25]

PT Bentoel Internasional Investama

PT Bentoel Internasional Investama sesungguhnya hanyalah perusahaan induk dari Bentoel Prima dan tidak memproduksi rokok secara langsung. Bentoel Internasional didirikan pada 11 April 1987 dengan nama PT Rimba Niaga Idola dan mulai beroperasi pada tahun 1989. Sebelum menjadi PT, bentuk usahanya adalah CV bernama CV Rimba Niaga yang sudah berdiri sejak 19 Januari 1979[26][27][28] dengan bisnis awalnya adalah mengumpulkan, mengolah dan memproses rotan mentah untuk kebutuhan industri maupun ekspor[29] di Samarinda, Kalimantan Timur. Kemudian, setelah bentuk usahanya berubah dari CV menjadi PT serta menyandang nama baru, kantor pusatnya pindah ke Jakarta dan usahanya diperluas dengan memproduksi furnitur dari rotan maupun kayu yang sebagian untuk ekspor.[28][30] Setelah tiga tahun berdiri, pada 5 Maret 1990 PT Rimba resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan harga Rp 3.800/saham. Kode sahamnya adalah RMBA, yang masih digunakan sampai sekarang oleh PT Bentoel Internasional Investama.[27]

Perusahaan ini kemudian memiliki pabrik furnitur di Tangerang dan Purwakarta, namun selanjutnya pada 1994 merencanakan beralih usaha ke bidang produksi tekstil karena mengalami kesulitan bahan baku.[28][31][32] Beberapa waktu kemudian, PT Rimba resmi meninggalkan bisnis rotan dan menjadi industri tekstil, dalam hal ini memiliki pabrik percetakan dan pewarnaan tekstil.[33] Belakangan, di tanggal 27 Desember 1996,[26] PT Rimba Niaga Idola Tbk mengubah namanya menjadi PT Transindo Multi Prima Tbk. Manajemen baru Transindo kemudian memperluas bisnisnya ke bidang perdagangan umum, termasuk distribusi rokok Bentoel.[34][35] Walaupun demikian, Transindo pada saat itu tidak memiliki prospek atau bisnis yang besar. Asetnya pada 1999 hanya mencapai Rp 6,8 miliar.[36]

Di tahun 2000, PT Bentoel Prima mengalami masalah karena terjerat hutang ke BPPN senilai Rp 281 miliar. Hadirlah pada saat itu orang lain, yaitu Bhakti Investama (milik Hary Tanoesoedibjo). Dengan bantuan dana dari George Soros (ada rumor yang menyatakan bahwa sebenarnya Soros-lah yang ingin mengakuisisi perusahaan rokok ini), Bhakti berniat untuk mengakuisisi PT Bentoel Prima. Caranya adalah, Bhakti mengakuisisi saham PT Transindo dahulu lewat skema rights issue, dimana pada Februari 2000 Hary Tanoe sudah menjadi Presiden Komisaris PT Transindo. Sebelum akuisisi ini, 65% saham Transindo sebenarnya sudah dimiliki Rajawali (lewat PT Amanat Surya Kudus dan PT Rajawali Corporation) sehingga kemungkinan Peter Sondakh juga menyetujui transaksi ini (karena rupanya PT Amanat juga terjerat hutang senilai Rp 8 miliar).[37][38][39] Lalu, pada Maret 2000, PT Transindo yang sudah dibawah kendali Bhakti kemudian mengakuisisi 75% saham Bentoel Prima dari tangan Rajawali (dan 75% PT Lestariputra Wirasejati, yang memproduksi rokok Star Mild) dengan total transaksi Rp 349 miliar. Sejak saat itu, praktis saham mayoritas PT Bentoel Prima dimiliki oleh PT Transindo Multi Prima dengan sisanya dimiliki langsung oleh Rajawali dan pihak lain.[37][40][41][42] Artinya, bisa dikatakan bahwa PT Bentoel Prima kini bisa masuk ke bursa saham dengan metode backdoor listing.[35][36] Seiring proses ini, pada 11 Februari 2000,[26] PT Transindo Multi Prima resmi berganti nama menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk, yang menjadi perusahaan induk dari dua pabrik rokok yang sudah diakuisisinya tersebut.[43]

Namun, kepemilikan Bhakti hanya berusia pendek, jelas tampaknya bahwa Hary Tanoe hanya sekedar investasi dan "numpang lewat" di perusahaan ini. Pada Maret 2001, Bhakti melepas 75% saham mereka (bisa dibilang menjual kembali) di PT Bentoel Internasional Investama ke pemilik aslinya, yaitu Rajawali Corporation.[44] Konon, pelepasan saham ini dilakukan karena adanya pergesekan antara Bhakti dan Rajawali Corpora dalam pengelolaan perusahaan.[20][45] Sejak saat itu, PT Bentoel Internasional Investama Tbk, kembali dikuasai oleh Rajawali Corpora kembali. Kemudian pada tanggal 17 Juni 2009, Rajawali akhirnya melepaskan sahamnya (56%) di perusahaan induk ini kepada British American Tobacco dengan harga total US$ 494 juta.[46] British American Tobacco kemudian menaikkan kepemilikannya menjadi 85%[47] dan selanjutnya 99,74% pada 25 Agustus 2009.[48]

PT Bentoel Internasional Investama Tbk kemudian bergabung dengan PT BAT Indonesia Tbk efektif sejak tanggal 4 Desember 2009[26] dengan tetap mempertahankan nama Bentoel di mana PT Bentoel Internasional Investama Tbk menjadi entitas yang menerima penggabungan. Namun, pada 7 September 2011, BAT resmi menjual 13% saham Bentoel ke pihak UBS cabang London.[49] Saat ini, PT Bentoel Internasional Investama memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Bentoel Prima yang memproduksi rokok dan PT Bentoel Distribusi Utama yang berperan dalam distribusi produk Bentoel.

Sejarah perusahaan lainnya yang berkaitan

PT Tresno

PT Perusahaan Dagang dan Industri Tresno (disingkat PT Tresno atau PDIT) didirikan pada 26 Mei 1955 dengan nama NV Perusahaan Dagang dan Industri Tresno dan berpusat di Kabupaten Malang. Perusahaan ini memproduksi rokok, seperti induknya terutama rokok putih. PT Bentoel Internasional Investama Tbk, lewat anak usahanya PT Bentoel Prima memiliki 99% saham di PT Tresno.[50] Awalnya, perusahaan ini diberi lisensi oleh Philip Morris untuk memproduksi dan mendistribusikan merek rokok putih internasional, Marlboro.[51] Kerjasama ini masih bertahan hingga 1990-an dengan kapasitas 6 milyar batang.[52] Namun, perlahan-lahan Philip Morris juga membangun pabriknya sendiri, sehingga produksi rokok PT Tresno mulai menurun, walaupun masih dipertahankan oleh Philip Morris sebagai distributor eksklusif produk-produknya. Untuk menyiasatinya, PT Tresno kemudian meluncurkan rokok putih bermerek Country sejak 1994 dengan target awal pasar ekspor, yang 5 tahun kemudian juga mulai dipasarkan di dalam negeri.[53] Hubungan Tresno (dan Bentoel) dengan Philip Morris akhirnya dihentikan pada 2005, setelah Philip Morris menggandeng PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas yang dimiliki HM Sampoerna untuk mendistribusikan secara eksklusif produk-produknya.[54] PT Tresno kemudian tetap bertahan sebagai pabrik rokok putih di bawah Bentoel, dan setelah diakusisi oleh British American Tobacco juga memproduksi merek rokok asing (kembali) seperti Dunhill. Pada 17 Desember 2019, PT Tresno resmi digabungkan dengan induk usahanya, PT Bentoel Prima.[25]

PT Lestariputra Wirasejati

PT Lestariputra didirikan pada tahun 1995 dan berpusat di Malang. Perusahaan ini memproduksi rokok bermerek Star Mild dan Pesona.[55][56] Pada awalnya perusahaan ini tidak tercatat sebagai milik Bentoel Prima, hingga pada 2000 lewat aksi korporasi yang dilakukan oleh Bhakti Investama maka perusahaan ini diakuisisi seharga Rp 35 miliar. Perusahaan ini kemudian menjadi anak usaha induk Bentoel, PT Transindo Multi Prima (kemudian menjadi Bentoel Internasional Investama), lalu dijadikan anak usaha dari anak perusahaan Bentoel Internasional Investama yaitu Bentoel Prima. Pada 2017, perusahaan ini akhirnya merger dengan induknya Bentoel Prima.

PT Perusahaan Dagang Suburaman

PT PD Suburaman didirikan pada 1993 dan memproduksi rokok bermerek Neo Mild. Pada tahun 2018, perusahaan ini dimerger dengan induknya, Bentoel Prima dan mereknya kemudian dijual ke British American Tobacco.[57][58]

Museum Sejarah Bentoel

Museum Bentoel adalah museum khusus yang menceritakan sejarah pembuatan merek rokok Bentoel, beralamat di Jl. Wiromargo Nomor 32, Sukoharjo, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur. Awalnya, museum ini adalah rumah pribadi pendiri Bentoel, Ong Hok Liong. Museum Bentoel terbagi menjadi dua bangunan atau galeri yaitu galeri foto & galeri cengkeh. Galeri-galeri ini memberikan informasi tentang berbagai merek rokok, sejarah dan perkembangan Bentoel Group. Koleksi lainnya ialah patung.

Namun, pada 8 September 2019, Bentoel Group memutuskan untuk menjual asetnya untuk pengembangan bisnis. Director of Legal & External Affairs menyebut pihaknya terus melakukan kajian terhadap setiap lini usaha dan aset-aset perusahaan dan memutuskan untuk melepaskan semua aset yang sebelumnya digunakan untuk Museum Bentoel agar dapat lebih fokus kepada prioritas perusahaan dalam menumbuhkan bisnis dan akan terus berkomitmen untuk mengembangkan merek atau produk dan sumber daya manusia.[59] Kini koleksi-koleksi museum tersebut telah dipindahkan ke berbagai lokasi milik Bentoel Group.[60]

Pengelola Arema Malang

Bentoel juga tercatat pernah menjadi pemilik dari klub sepak bola papan atas nasional Arema Malang, terhitung sejak 29 Januari 2003. Bentoel masuk setelah manajemen lama Arema Malang mengalami kesulitan membiayai keuangannya. Selama masa pengendalian itu, Bentoel membentuk sebuah perseroan terbatas (PT) untuk menjadi pengelola baru Arema, yaitu PT Arema Indonesia menggantikan Yayasan Arema. Sedangkan Yayasan Arema menjadi induk dari PT Arema Indonesia sejak 3 September 2004.[61] Pengendalian ini tetap berlangsung hingga ketika pada 3 Agustus 2009 pengelolaan pada Yayasan Arema (dan berarti juga PT Arema Indonesia) diserahkan Bentoel kepada sebuah konsorsium seiring rencana pergantian kepemilikan dari Rajawali ke BAT, walaupun pihak Bentoel masih menjanjikan bantuan ke klub tersebut hingga 2011.[62][63] Persengketaan dan dualisme pasca pelepasan itu membuat Arema terpecah menjadi dua klub yang berbeda sampai sekarang (Arema FC dan Arema Indonesia).[64]

Penghapusan pencatatan di bursa saham

Setelah tercatat di bursa efek sejak 2000 (resminya sejak 1990), PT Bentoel Internasional Investama Tbk memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup (go private), yang dimulai sejak suspensi saham perusahaan di BEI pada 5 Agustus 2021.[65] Usulan delisting sukarela ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 28 September 2021.[66] Dalam rencana ini, Bentoel akan membeli sisa saham publik/tender offer (7,52%) di level Rp 1.000/saham, lebih mahal 226,8% dibanding harga sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306/saham.[67] Alasan yang disampaikan dalam proses go private ini, seperti pergerakan saham yang tidak likuid dan kondisi keuangan yang terus merugi sejak 2012 yang memengaruhi dividen dan harga sahamnya.[68][69]

Secara efektif, sejak 16 Januari 2024, proses delisting tersebut selesai dilakukan sehingga saham RMBA tidak tercatat lagi di Bursa Efek Indonesia.[70]

Operasional

Manajemen

  • Komisaris Utama: Hendro Martowardojo
  • Komisaris Independen: Eddy Abdurrachman
  • Komisaris Independen: Silmy Karim[71]
  • Presiden Direktur: Steven Gerald Pore
  • Direktur: Shahid Afzal
  • Direktur: Martin Arthur Guest
  • Direktur: Mercy Francisca Sinaga
  • Direktur: Widyo Rulyantoko[72]

Perusahaan patungan

Bentoel Group sendiri memiliki beberapa kerjasama dalam bentuk perusahaan patungan. Salah satunya adalah dengan PT Eratel Prima (yang awalnya beroperasi sebagai penyedia layanan komunikasi) dan PR Sejahtera Abadi (produsen rokok "Ares Series"). Keduanya memiliki kerjasama dengan Bentoel dalam bentuk PT Adhitama Sejahtera Abadi (Country International & Commodore Filter) dan PT Adhitama Sejahtera Alami (CLU13).

Rokok merek dari Bentoel juga diproduksi oleh PT Djirak Bukit Abadi Tembakau, Semarang (Kilimanjaro & Rawit), yang merupakan anak usaha dari Restu Sejati. Pabrikan ini hanya memproduksi rokok kretek & filter. Semua produk yang diproduksi, akhirnya didistribusikan oleh Eratel Prima & PT First World Indonesia.

Tidak hanya itu, produksi merk Bentoel lain juga dikerjakan oleh PT Restu Adhitama Jayasentosa (RAJA) (Kansas & Makna), Semarang. Untuk pendistribusian produk mereka, dikerjakan oleh PT Raja Salatiga Ambarawa. Perusahaan ini juga mendistribusikan merek "Gajah Baru".

Ekspor

PT Bentoel International Investama Tbk juga sering melakukan ekspor produknya ke berbagai negara, dengan perkiraan pada 2020 sebesar Rp 2,9 triliun ke 23 negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah dalam berbagai merek yang berkualitas tinggi. Jumlah negara tujuan ekspor perusahaan ini telah naik dari tahun sebelumnya sebanyak 20 tahun.

Lainnya

Pihak Bentoel, atas nama perusahaan induknya BAT, juga mulai mengedarkan produk alternatif rokok, seperti Velo yang merupakan kantong nikotin; Glo yang merupakan pemanas tembakau; dan Vuse, rokok elektrik di Indonesia. Selain itu, Bentoel juga mengklaim mereka telah memberikan kontribusi kepada berbagai bidang dalam penanganan dampak pandemi COVID-19.

Produk

Rokok

Sigaret Kretek/Putih Tangan

Nama ProdukDiluncurkanTarNikotinIsi
Bentoel Sejati
(Bentoel SJT, 2019)
200240 MG2.3 MG12's
Tali Jagat Raya200743 MG2.3 MG12's
Rawit Special200740 MG2.4 MG12's
Kilimanjaro Kretek202040 MG2.4 MG12's & 16's
Kilimanjaro Spices Kretek202043 MG2.3 MG12's
Makna Kretek202143 MG2.4 MG12's & 16's
Prins1p199740 MG2.4 MG12's
Kansas Non Filter202222 MG1.5 MG12's & 20's

Sigaret Kretek Mesin Full Flavor

Nama ProdukDiluncurkanTarNikotinIsi
Bentoel International
(Bentoel Biru, 2002)
197530 MG1.9 MG12's
Dunhill Fine Cut Filter 12202029 MG1.7 MG12's
Dunhill Fine Cut Filter 16201421 MG1.5 MG16's
Makna Filter202122 MG1.7 MG12's
Makna Sry Filter202127 MG1.9 MG16's
Kilimanjaro Filter202022 MG1.7 MG12's

Sigaret Kretek Mesin LTLN

Nama ProdukDiluncurkanTarNikotinIsi
Dunhill Fine Cut Mild201213 MG1 MG20's
Dunhill Fine Cut Mild201213 MG1 MG16's
Clu13 (Club)202016 MG1.1 MG16's
Sky Mild202012 MG1 MG16's
Star Mild199612 MG1 MG16's
X (X Mild)200412 MG1 MG16's
unO Mild201012 MG1 MG16's

Sigaret Putih Mesin

Nama ProdukDiluncurkanTarNikotinIsi
Dunhill Internasional Lights19078 MG0.7 MG20's
Dunhill Internasional Menthol19079 MG0.8 MG20's
Lucky Strike Full Flavor187113 MG1.0 MG20's
Lucky Strike Cool Switch20209 MG0.7 MG20's
Lucky Strike Purple Boost20209 MG0.6 MG20's
Country International199912 MG0.8 MG20's
Commodore Filter196012 MG0.8 MG20's

Hasil Produk Tembakau Lainnya(HPTL)

Tembakau Iris Sigaret

  • Mars Brand Shag
  • Mars Brand Shag Phoenix
  • Mars Brand Shag Paper

Vape (Rokok Elektrik)

  • Vuse Go
  • Vuse ePod


Kontroversi

Sengketa merek Neo Mild

PT Bintang Pesona Jagat ternyata mengambil merek rokok "neO Mild" yang dimiliki oleh PT Karya Tajinan Prima yang lebih dulu menggunakan merek tersebut. Kasasi merek "neO Mild" antara Karya Tajinan Prima dengan Bintang Pesona Jagat bermula dari gugatan yang diajukan Karya Tajinan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya atas keputusan Bea dan Cukai pada 16 Juni 2010 yang mengizinkan kedua merek rokok itu muncul bersamaan. Tetapi kemudian pihak Bentoel Group mengakali vonis tersebut dengan bukti-bukti bahwa merek "neO Mild" versi Bintang Pesona Jagat yang pertama kali didaftarkan nomor 503266 tanggal 17 Mei 2001, untuk kelas 34, jenis barang rokok dan Karya Tajinan Prima melanggar hak eksklusif atas merek dagang terdaftar "neO Mild" dengan menggunakan merek tidak terdaftar "neO Mild" yang memiliki persamaan pada pokoknya.[73]

Artikel referensi

Perusahaan terkait

Pranala luar