Ba 'Alwi

Ba 'Alwi atau Ba 'Alawi (bahasa Arab: آل باعلوي, translit. al-bā'alawiy) adalah sekelompok keluarga Hadhrami dan kelompok sosial yang berasal dari Hadhramaut di sudut barat daya Semenanjung Arab. Mereka menelusuri garis keturunan mereka kepada seorang tokoh yang bernama Ubaidillah.

Ba 'Alawi
با علوى
Keluarga Ba 'Alwi di Indonesia
Region saat iniYemen, Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia, Brunei, United Arab Emirates, India, Bangladesh,Singapore, Maldives, Comoros, South Africa, Somalia, Ethiopia, Kenya, Uganda, Tanzania, Democratic Republic of the Congo
Tempat asalHadhramaut
AnggotaKlan: al-Mushayyakh, Al-Aydarus , al-Muhdar, al-Attas, al-Basakut, al-Saqqaf, al-Shahab, al-Haddad, al-Jamalullail, al-Habshi, al-Hamid, al-Khirid, al-Shaykh Abu Bakr, Ba Faqih, Banahsan, al-Qadri, al-Haddar, al-Jufri dll
Keluarga terkaital-Rayyan, Thangal, Nuwaythi, Ba Mashkoor, Ba Rumaidaan, Ba Hamaam, al-Amoodi, Ba Naeemi, Ba Hammudi
TradisiTarekat Ba'Alwi

Klan Ba 'Alwi yang berasal dari Tarim, Hadramaut, Yaman, mengaku sebagai keturunan Nabi Islam Muhammad. melalui jalur Ahmad bin Isa bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-Uraidi bin Ja'far al-Sadiq bin Muhmmad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah binti Muhammad. Namun demikian kaim Ba 'Alwi sebagai keturunan Muhammad mendapat banyak kritik dan menjadi kontroversi.[1][2][3][butuh sumber nonprimer]

Ba 'Alwi mengklaim Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi yang lahir pada tahun 873 (260H), diduga bermigrasi dari Basra ke Hadhramaut pada tahun 931 (320H) untuk menghindari kekerasan sektarian, termasuk invasi pasukan Qaramite ke dalam Kekhalifahan Abbasiyah. Hal ini juga mendapat kritik karena tidak adanya kitab sezaman yang mencatat perindahannya.[4]

Penyebaran di Indonesia

Abad ke-19 adalah masa gelombang migrasi besar-besaran keluarga Ba’alwi dan imigran Yaman lainnya ke Nusantara. Migrasi ini menyusul perubahan kebijakan Kolonial Belanda yang secara perlahan menjadikan wilayah Jawa dan kepulauan lain di Nusantara terbuka bagi pasar internasional.[5] Perpindahan mereka ke Nusantara didorong factor kemiskinan.[6] Negeri Hadramaut pada akhir abad ke-19 itu mengalami perang saudara antara Al-Quwaiti dan Al-Khatiri, mereka memperebutkan kekuasaan di Hadramaut. Bahkan kekayaan Hadramaut tahun 1930 hanya dapat memenuhi kebutuhan seperempat penduduknya. Padahal, penting dicatat, pada tahun itu 20 sampai 30% penduduk Hadramaut tinggal diberbagai Negara Lautan India [7]

Di Nusantara, mereka bekerja di bidang perkebunan, karyawan pabrik, tukang kebun, kurir dan lain-lain. Selain itu, ada juga yang bekerja pada pemerintahan kolonial Belanda seperti Utsman bin Yahya yang diangkat menjadi mufti (yang bertugas berfatwa) Belanda di Batavia. Utsman pulalah yang kemudian mengalami benturan dengan ulama-ulama Banten yang merupakan murid-murid Syekh Nawawi dan Syekh Abdul Karim. Hal itu, dikarenakan fatwa keagamaan Utsman tentang haramnya memberontak kepada Belanda, dan mereka yang melakukannya dianggap terkena delusi agama. Fatwa itu terkait pemeberontakan rakyat Banten pada tahun 1888 M.[8]

Seperti di Pulau Jawa, di Aceh juga tidak jauh berbeda, terjadi penghianatan dari oknum Ba’alwi terhadap perjuangan rakyat Aceh dalam melawan Belanda, bahkan lebih mengenaskan. L.W.C. Van den Berg menyebutkan, seorang Ba’alwi, Abdurrahman al-Zahir, yang diberikan kedudukan tinggi dalam Kerajaan Aceh, malah kemudian menggembosi perjuangan rakyat Aceh dari dalam. Ia yang didiberikan amanah sebagai salah seorang panglima perang, kemudian malah bekerjasama dengan Belanda dengan bersedia meninggalkan pasukannya dalam gerilya asalkan mendapat gajih seumur hidup sebanyak 30.000 Gulden.[9]

Setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945, keluarga Ba’alwi banyak yang aktif dalam perpolitikan Indonesia, diantaranya D.N. Aidit yang menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI). Pengakuan bahwa Aidit adalah marga Ba’alwi diungkapkan oleh anak Aidit, Ilham Aidit.[10] Aidit kemudian dihukum mati di Boyolali pada 23 November 1965 karena pengkhiantan kepada Negara Indonesia.[11] Selain Aidit, marga Ba’alwi yang menjadi anggota PKI juga adalah Ahmad Sofyan Baroqbah. Ia dieksekusi mati pada 19 Januari 1974, setelah diburu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selama bertahun-tahun di Kalimantan Barat.[12] Seorang marga Ba’alwi di Kalimantan Timur, Fahrul Baraqbah, juga anggota PKI yang ditangkap pasca meletusnya peristiwa 1965[12].

Kontroversi Nasab

Marga Ba’alwi mengaku sebagai keturunan Nabi Islam Muhammad. dengan urutan nasab sebagai berikut: Alwi (w.400H) bin Ubaidillah (w.383H) bin Ahmad (w.345H) bin Isa al-Naqib (w.300H) bin Muhammad al-Naqib (w.250H) bin Ali al-Uraidi (w.210H) bin Ja’far al-Sadiq (w.148H) bin Muhammad al-Baqir (w.114H) bin Ali Zaenal Abidin (w.97H) bin Sayidina Husain (w.64H) bin Siti Fatimah al-Zahra (w.11H) binti Muhammad.[13]

Sayangnya, nasab seperti di atas tersebut, tidak terkonfirmasi dalam kitab-kitab nasab primer yang mu’tabar (yang diakui oleh ahli). Kesimpulan seperti itu bisa dijelaskan, karena kitab-kitab nasab yang ditulis berdekatan dengan masa hidupnya Ubaidillah tidak mencatat namanya sebagai anak dari Ahmad bin Isa, sebagaimana akan penulis jelaskan di depan.[butuh rujukan]

Ba’alwi mencatat, bahwa tahun hijrah Ahmad bin Isa ke Hadramaut adalah tahun 317H,[14] dan tahun wafatnya adalah tahun 345H.[13] Jika Ahmad bin Isa, pada tahun 234H berumur 20 tahun, maka berarti ketika hijrah itu ia telah berumur 103 tahun, dan ketika wafat ia telah berumur 131 tahun. Sangat janggal, ada seseorang yang sudah tua renta yang berumur 103 tahun berpindah dari Basrah ke Hadramaut dengan jarak lebih dari 2000 km.[15]

Klaim nasab Ba'alwi sebagai keturunan langsung Muhammad kini mengalami keraguan serius akibat hasil tes DNA yang menunjukkan ketidaksesuaian. Menurut berbagai hasil tes DNA, individu-individu dari klan Ba'alwi termasuk dalam haplogroup G,[16] sementara keturunan Muhammad yang seharusnya berada dalam haplogroup J1[17] Haplogroup J1 diakui sebagai penanda genetik dari Nabi Ibrahim dan keturunannya, termasuk Muhammad. Sementara keturunan lurus laki-laki dari Husein bin Ali berupa haplogroup J1-FGC30416[18] dan Ali bin Abi-Thalib haplogroup J1-FGC10500[19] yang juga menginduk pada haplogroup cluster J1.Temuan ini mengindikasikan bahwa garis keturunan Ba'alwi tidak lurus dari Muhammad, melainkan memiliki jalur yang berbeda secara genetis.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr Sugeng Sugiharto (peneliti dari BRIN) menunjukkan bahwa sekitar 180 orang dari klan Ba'alwi telah menjalani tes DNA, dan hasilnya mayoritas menunjukkan haplogroup G-M201.[12] Ini termasuk individu-individu dari keluarga Al-Habsyi, Bin Syekh Abubakar, dan Assegaf yang semuanya menunjukkan hasil serupa. Haplogroup G lebih umum ditemukan di wilayah Kaukasus[20] dan tidak terkait dengan garis keturunan langsung dari Muhammad yang seharusnya menunjukkan haplogroup J1​

Daftar Marga

Berikut daftar marga klan Ba'Alwi:[21][22]

No.Nama Marga (Latin)Nama Marga (Arab)
1Al-Attasالعطّاس
2Al-Aydarusالعيدروس
3Al-Aydidآل عيديد
4Ba Aqilباعقيل
5Al-Maqdiالمقدي
6Ba Abudباعبود
7Al-Barالبار
8Ba Surrahباصره
9Al-Baydhالبيض
10Balfaqihبلفقيه
11Al-Habshiالحبشي
12Al-Haddadالحدّاد
13Al-Haddarالهدار
14Al-Hadiالهادي
15Al-Hamidالحامد
16Jamalullailجمل الليل
17Al-Jufriالجفري
18Al-Juniedالجنيد
19Al-Kafالكاف
20Khanimanخنيمان
21Al-Mashoorالمشهور
22Al-Muhdharالمحضار
23Al-Musawaالمساوى
24Al-Mushayyakhآل مشيَّخ
25Al-Mutaharمطهر
26Al-Saqqafالسقاف
27Al-Shihabuddinآل شهاب الدين
28Al-Shatiriالشاطري
29Al-Sheikh Abu Bakrآل الشيخ أبو بكر
30Bin Sumaithبن سميط
31Bin Yahyaابن يحيى
32Al-Ayunالأعين
33Azamat Khanعظمات خان
34Al-Ba Hashimباهاشم
35Al-Ba Rumالباروم
36Al-Ba Sakutالبا سكوتا
37Al-Ba Haroon Jamalullailباهارون جمل الليل
38Al-Ba Raqbahبارقبة
39Bin Haroonبن هارون
40Bin Hashimبن هاشم
41Bin Murshedبن مرشد
42Al-Bin Shahelآل بن سهل
43Bin Jindanبن جندان
44Al-Hinduanالهندوان
45Al-Hiyedالحييد
46Al-Ibrahimالإبراهيم
47Al-Jadidجديد
48Al-Khiridالخرد
49Al-Nadhiryالنضيري
50Al-Adaniالعدنى
51Al-Mazimiالمازيمي
52Al-Tapiriالتابيري
53Ba Alawiباعلوي
54Ba Farajباعفاج


Referensi

Bibliografi

  • Jajat Burhanuddin (1999). Diaspora Hadrami di Indonesia. Studia Islamika. 
  • Tim Peduli Sejarah Islam Indonesia, Tubagus M. Nurfadil Satya (ed.). Sejarah Ba Alawi Indonesia: Dari Konflik Dengan Al-irsyad Hingga Dengan Keluarga Walisongo. Serang. hlm. 29. 
  • Ali bin Abu Bakar al-Sakran (w.895H) (w.895H). Al-Burqat al-Musyiqah Fi Dikri Libas al-Hirqah al-Aniqah (Al-Burqoh). 
  • Al-Khatib al-Bagadadi (1422H). Tarikh Bagdad. Dar al-Garbi al-Islami, Beirut. 
  • Utsman bin Yahya (1890). Manhaj al-Istiqamat fi al Diin bi al-Salamat. Jakarta: Maktabah AlMadaniyah. 
  • L.W.C. Van den Berg (1989). Le Hadramaut et Les Colonies Arabes Dan I’Achipel Indien (diterjemahkan "Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara"). Jakarta: INIS.