Antiokhos X Eusebes

Penguasa Seleukia

Antiokhos X Eusebes Filopator (bahasa Yunani: Ἀντίοχος Εὐσεβής Φιλοπάτωρ; ca 113–92 atau 88 SM) adalah seorang penguasa Seleukia periode Helenistik yang memerintah antara 95 SM dan 92 SM atau 89/88 SM (224 SE (tahun Seleukia)).[cat 1] Ia adalah anak dari Antiokhos IX dan mungkin isterinya yang berasal dari Mesir Kleopatra IV. Antiokhos X hidup dalam periode disintegrasi total Suriah Seleukia yang ditandai dengan perang sipil, campur tangan asing dari Kerajaan Ptolemaik Mesir dan serangan-serangan dari Kekaisaran Partia. Ayahnya Antiokhos IX terbunuh pada 95 SM ditangan Seleukos VI, putra dari saudara tiri dan lawannya Antiokhos VIII. Antiokhos X kemudian pergi ke kota Arwad di mana ia mendeklarasikan dirinya menjadi Raja. Ia membalaskan dendam ayahnya dengan mengalahkan Seleukos VI yang akhirnya terbunuh.

Antiokhos X Eusebes
Koil logam menggambarkan portret Raja Seleukia Antiokhos X
Potret Antiokhos X di bagian depan Tetradrakhma
Penguasa Seleukia
Berkuasa95–92 atau 88 SM
PendahuluSeleukos VI, Demetrius III
PenerusDemetrius III, Filipos I
Informasi pribadi
Kelahiranca 113 SM
Kematian92 atau 88 SM
DinastiSeleukia
AyahAntiokhos IX
IbuKleopatra IV
PasanganKleopatra Selini
Anak
(Detail)
Antiokhos XIII

Antiokhos X tidak memiliki pemerintahan yang stabil sebagaimana ia harus berhadapan dengan tiga orang saudara kandung Seleukos VI yakni, Antiokhos XI, Filipos I dan Demetrius III. Kemudian Antiokhos XI mengalahkan Antiokhos X dan mengusirnya keluar dari Antiokhia pada tahun 93 SM. Beberapa bulan kemudian, Antiokhos X kembali mendapatkan kekuatannya dan membunuh Antiokhos XI. Hal ini menyebabkan Filipos I dan Demetrius III menjadi terlibat. Perang sipil terus berlanjut tetapi hasil akhirnya tidak pasti karena kontradiksi antara catatan sejarawan kuno yang berbeda-beda. Antiokhos X menikahi ibu tirinya, janda dari ayahnya Kleopatra Selini dan memiliki beberapa anak bersamanya, termasuk calon Raja Antiokhos XIII.

Kematian Antiokhos X masih diselimuti misteri. Tahun kematiannya secara umum ditentukan oleh para ahli modern pada tahun 92 SM, tetapi tanggal lain juga dimungkinkan termasuk tahun 224 SE (89/88 SM). Catatan yang paling dapat diandalkan tentang akhir hidupnya adalah catatan sejarawan abad ke-1 Yosefus, yang mencatat bahwa Antiokhos X bergerak ke arah timur untuk melawan orang Partia yang menyerang seorang Ratu bernama Laodike. Identitas ratu ini dan siapa bangsanya masih terus diperdebatkan. Terdapat catatan lain dari seorang sejarawan Yunani Appianos yang menyatakan Antiokhos X telah dikalahkan oleh Raja Kerajaan Armenia Tigranes II dan kehilangan kerajaannya. Sejarawan abad ke-3 Eusebius mencatat bahwa Antiokhos X telah dikalahkan oleh sepupunya dan melarikan diri ke Kerajaan Partia sebelum meminta bantuan Romawi untuk mengembalikan tahtanya. Para ahli modern cenderung menyukai catatan Yosefus dan mempertanyakan hampir setiap aspek dari semua versi catatan yang di sampaikan oleh sejarawan lainnya. Bukti-bukti numismatika menunjukkan bahwa Antiokhos X digantikan oleh Demetrius III di Antiokhia yang menguasai Ibu kota pada ca 225 SE (88/87 SM).

Latar belakang dan kehidupan awal

Koin logam Antiokhos IX, ayah Antiokhos X.

Pada abad ke-2, perpecahan di Kekaisaran Seleukia yang berbasis di Suriah, terjadi karena perselisihan Dinasti yang tidak pernah berakhir dan campur tangan pihak Kerajaan Ptolemaik dan Republik Romawi.[2][3] Di tengah perang saudara terus-menerus, akhirnya Suriah hancur porak-poranda.[4] Orang-orang Seleukia yang berpura-pura berjuang untuk tahta Kerajaan, juga turut serta menghancurkan negeri tersebut.[5] Pada tahun 113 SM, Antiokhos IX mendeklarasikan dirinya sebagai Raja melawan saudara tirinya Antiokhos VIII.[6] Mereka bertempur tanpa henti selama satu setengah dekade hingga Antiokhos VIII terbunuh pada tahun 96 SM.[7] Tahun berikutnya putra Antiokhos VIII, Seleukos VI menyerbu Antiokhos IX dan berhasil membunuhnya di dekat Ibu kota Suriah, Antiokhia.[8]

Mesir dan Suriah mengupayakan pernikahan politis Dinasti untuk menjaga derajat perdamaian.[9] Antiokhos IX menikah beberapa kali, isteri yang dikenal adalah saudara sepupunya sendiri Kleopatra IV yang dinikahinya pada 114 SM.[10][11] dan ia juga menikah dengan adik Kleopatra IV, Kleopatra Selini, janda dari ayahnya Antiokhos VIII.[cat 2][15]

Beberapa sejarawan seperti John D. Grainger, mempertahankan catatan keberadaan dari isteri pertamanya yang tidak diketahui namanya adalah ibu dari Antiokhos X.[7] Sejarawan lain seperti Auguste Bouché-Leclercq, meyakini bahwa isteri pertama Antiokhos IX dan ibu dari anaknya adalah Kleopatra IV,[10] di mana dalam hal ini Antiokhos X dilahirkan pada ca 113 SM. Tidak satupun dari pernyatan-pernyataan tersebut berdasarkan bukti dan ibu dari Antiokhos X tidak disebutkan dalam sumber-sumber kuno.[16]Antiokhos adalah nama Yunani yang berarti "teguh dalam pendirian".[17] Ibu kota Antiokhia menerima namanya untuk menghormati Antiokhos, ayah dari pendiri Dinasti Seleukia Seleukos I.[18] Nama tersebut menjadi nama Dinasti dan banyak Raja-raja yang menyandang nama tersebut.[19][20]

Pemerintahan

Dinasti Suriah ca 92 BC.

Menurut Yosefus, setelah kematian ayahnya, Antiokhos X pergi ke kota Arwad di mana ia mendeklarasikan dirinya sebagai Raja,[21] terdapat kemungkinan bahwa Antiokhos IX, sebelum menghadapi Seleukos VI, mengirim puteranya ke kota tersebut untuk perlindungan.[22] Arwad adalah kota otonom sejak 137 SM yang berarti bahwa Antiokhos X menjadikannya sekutu karena ia tidak akan mampu untuk menaklukannya pada masa pemerintahannya.[23] Saat keturunan dari Antiokhos VIII dan Antiokhos IX memperebutkan Suriah, mereka menggambarkan dirinya serupa dengan ayah mereka masing-masing untuk menunjukkan legitimasinya, Potret Antiokhos X pada koin logam memperlihatkan dirinya dengan bentuk hidung yang pendek dengan ujung hidung naik keatas, seperti ayahnya.[24] Raja-raja periode Helenistik tidak menyandang nomor regnal[cat 3] pada namanya. Sebaliknya mereka menggunakan nama gelar atau julukan untuk membedakan mereka dengan penguasa lain dengan nama yang sama. Penggunaan nomor regnal sebagian besar merupakan kebiasaan yang modern.[25][19] Pada koin logamnya, Antiokhos X tampil menggunakan gelar Eusebes (orang yang alim) dan Philopator (mencintai-ayah).[26][27]

Mengawali pemerintahannya pada 218 SE (95/94 SM),[22] Antiokhos X menderita kekurangan sumber-sumber daya dan ketiadaannya Ratu. Kemudian ia menikahi ibu tirinya, Kleopatra Selini, seorang wanita yang dapat menyediakan kebutuhannya.[28] Usia Antiokhos X mungkin tidak lebih dari dua puluhan tahun, sementara isterinya berusia empat puluhan.[29] Pernikahan ini bukannya belum pernah terjadi sebelumnya, karena Antiokhos I juga menikahi ibu tirinya Stratonike. Appianos menguraikan bahwa ia berpikir alasan sebenarnya dibalik gelar "Eusebes" tersebut adalah lelucon yang digunakan oleh orang-orang Suriah untuk mencemooh kealiman Antiokhos X, karena menunjukkan kesetiaan kepada ayahnya dengan meniduri bekas isterinya.[cat 4][29] Appianos menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah "hukuman Tuhan" yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Antiokhos X.[31]

Pemerintahan pertama di Antiokhia

Antiokhos X yang berjanggut

Salah satu tindakan pertama yang diambil Antiokhos X adalah membalaskan dendam ayahnya,[32] pada tahun 94 SM, ia bergerak ke Ibu kota Antiokhia dan mengusir keluar Seleukos VI dari Suriah Utara ke Kilikia.[33] Menurut Eusebius, pertempuran terakhir antara Antiokhos X dengan Seleukos VI terjadi di dekat kota Mopsuestia di Kilikia,[34] yang berakhir dengan kemenangan Antiokhos X, sementara Seleukos VI mengungsi ke kota di mana ia menghilang karena pemberontakan.[33]

Selama periode Seleukia, mata uang yang dibuat dalam gerakan melawan musuh atau penguasa menunjukkan gambar Raja dengan janggut,[35] dan apa yang tampaknya seperti koin-koin logam perunggu paling awal dari Antiokhos X, menunjukkan dirinya dengan janggut ikalnya,[32] sementara, mata uang berikutnya menunjukkan Raja dengan kendali yang kuat atas pemerintahannya dengan menggambarkan Antiokhos X dicukur rapi.[36] Pada awal 93 SM, adik-adik Seleukos VI, Antiokhos XI, dan Filipos I, membalaskan dendam kakaknya dengan menyerang kota Mopsuestia. Antiokhos XI kemudian bergerak maju ke Antiokhia lalu mengalahkan Antiokhos X dan mengusirnya keluar dari kota dan memerintah sendiri di Ibu kota selama beberapa bulan.[37]

Pemerintahan kedua di Antiokhia

Koin Antiokhos X, dicetak di Tarsus

Antiokhos X merekrut prajurit-prajurit baru dan menyerbu Antiokhia pada tahun yang sama. Ia tampil sebagai pemenang, sementara Antiokhos XI tenggelam di sungai Orontes dalam upayanya melarikan diri.[38] Lalu Antiokhos X menguasai Suriah Utara dan Kilikia,[36] sekitar periode ini, Mopsuestia mencetak koin logam yang bertuliskan kata "otonom". Status politik baru ini tampaknya merupakan hak istimewa kota yang diberikan oleh Antiokhos X sebagai tanda terima kasih atas peran Mopsuestia dalam menyingkirkan Seleukos VI, tidak hanya membangun kembali kota tersebut, tetapi juga memberikan kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh adik-adik Seleukos VI.[39] Dalam pandangan seorang ahli numismatika Hans von Aulock, beberapa koin yang dicetak di Mopsuestia mungkin terdapat gambar Antiokhos X.[cat 5][41] Kota-kota lain mencetak mata uang mereka sendiri dibawah Pemerintahan Raja, termasuk Tripoli, Beirut[42][43] dan mungkin kota otonom Ashkelon.[cat 6][44]

Di Ibu kota, Antiokhos mungkin bertanggung jawab untuk membangun perpustakaan yang bersebelahan dengan museum, seperti model Perpustakaan Aleksandria.[cat 7][46] Filipos I mungkin berpusat di Berea sementara adiknya Demetrius III menguasai Damaskus, mendukungnya dan bergerak ke arah utara pada musim semi 93 SM.[47] Antiokhos X menghadapi perlawanan sengit dari sepupu-sepupunya.[48] Pada tahun 220 SE (93/92 SM), kota Damaskus menghentikan cetakan koin dengan nama Demetrius III, kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya.[49] hal ini mungkin disebabkan serangan yang dilakukan oleh Antiokhos X yang melemahkan sepupunya dan membuat Damaskus rentan terhadap serangan Raja Yudea, Aleksander Yaneus.[50]

Anak-anak

Negarawan Romawi Cicero menulis tentang dua putra Antiokhos X dan Kleopatra Selini yang mengunjungi Roma pada masanya (antara 75 dan 73 SM), salah satunya bernama Antiokhos.[51] Raja juga mungkin menjadi ayah dari seorang anak perempuan dengan istrinya,[52] menurut seorang sejarawan abad ke-1 Plutarkhos, Raja Kerajaan Armenia Tigranes II yang membunuh Kleopatra Selini pada tahun 69 SM, "membunuh penerus Seleukos I" dan [membawa] istri dan anak perempuannya ke tempat penahanan".[52] Penyataan ini memungkinkan asumsi bahwa Antiokhos X setidaknya memiliki satu anak perempuan bersama istrinya.[53]

  • Antiokhos XIII: Disebutkan oleh Cicero.[54] Gelarnya menimbulkan pertanyaan tentang berapa anak-anak Antiokhos X dengan nama tersebut,[55] ketika Antiokhos XIII menerbitkan koin logam sebagai penguasa tunggal, ia menggunakan gelar Filadelfus (menyayangi saudara), tetapi pada koin Jugate yang menggambarkan Kleopatra Selini bersama dengan anaknya sebagai penguasa Antiokhos, ia menggunakan gelar Filometor (menyayangi ibu).[55] Sejarawan Kay Ehling setuju dengan pandangan Bouché-Leclercq, berpendapat bahwa dua anaknya, keduanya bernama Antiokhos dari pernikahannya dengan Antiokhos X dan Kleopatra Selini.[55] Di sisi lain, Cicero membiarkan satu dari kakak beradik tersebut tak bernama dan jelas menyatakan bahwa Antiokhos adalah nama pangeran satu-satunya.[51] Teori Ehling memungkinkan, namun jika hanya "Antiokhos Filometor" yang disebutkan oleh Cicero dan saudaranya yang memiliki nama yang berbeda, menganggap nama Dinasti Antiokhos dengan gelar Filadelfos saat ia menjadi Raja setelah kematian Antiokhos Filometor.[54] Menurut pandangan sejarawan Adrian Dumitru, cerita tersebut rumit, sepertinya, Antiokhos XIII memiliki dua gelar, Filadelpos dan Filometor.[54] Beberapa ahli numismatika seperti Oliver D. Hoover, Catharine Lorber dan Arthur Houghton setuju bahwa kedua gelar tersebut dimiliki oleh Antiokhos VIII.[56]
  • Seleukos VII: Seorang ahli numismatika Brian Kritt menafsirkan dan menerbitkan koin jugate yang baru ditemukan dengan potret Kleopatra Selini dan wakil penguasanya pada tahun 2012.[57][58] Pemahaman Kritt memberi nama Raja Seleukos Filometor dan mengingat gelarnya bermakna "menyayangi ibu" menyerupainya dengan nama anak laki-laki tak disebutkan namanya yang dicatat oleh Cicero sebelumnya.[59] Kritt memberi nama regnal Raja yang baru ditemukan tersebut Seleukos VII.[60] Beberapa ahli seperti Lloyd Llewellyn Jones, dan Michael Roy Burgess, menerima pemahaman tersebut,[61][62] tetapi Hoover menolak pemahaman Kritt karena koin logam tersebut rusak parah dan beberapa huruf tidak dapat terbaca. Hoover mengajukan pemahaman lain di mana nama Raja adalah Antiokhos, untuk dikenali sebagai Antiokhos VIII.[58]
  • Seleukos Kybiosaktes: seorang anak yang namanya tak sebutkan oleh Cicero, tidak muncul dalam literasi-literasi kuno lainnya.[63] Seleukos Kybiosaktes, seorang pria yang muncul pada ca 58 SM di Mesir sebagai suami dari seorang ratu yang bernama Berenike IV di kenali oleh para ahli modern dengan pangeran tanpa nama.[cat 8][65] Menurut Sejarawan abad ke-1 SM Strabo, Kybiosaktes berpura-pura menjadi keturunan Seleukia.[63] Kritt mengganggap masuk akal untuk mengenali Seleukos VII dengan Seleukos Kybiosaktes.[60]

Akhir

Informasi mengenai Antiokhos X setelah campur tangan Demetrius III sangat sedikit.[49] Sumber-sumber kuno dan para ahli modern menyajikan catatan-catatan dan tanggal yang berbeda tentang kematian Raja.[66][49] Berakhirnya Antiokhos X, sebagaimana yang di ceritakan oleh Yosefus, bahwa Raja terbunuh dalam gerakan melawan bangsa Partia yang dianggap sebagai sumber yang mungkin dan paling dapat dipercaya oleh sejarawan-sejarawan modern.[67][64] Mayoritas pada ahli menerima tahun 92 SM adalah berakhirnya Antiokhos X.[49][68]

Tahun kematian

Timbangan pasar dengan nama Antiokhos X, tahun 92 SM

Tidak ada koin-koin yang dikeluarkan oleh Raja di Antiokhia tercantum tanggal.[69] Yosefus mencatat bahwa kejatuhan Raja tidak lama setelah campur tangan Demetrius III, namun pernyataan ini tidak jelas.[49] Sebagian besar para ahli seperti Edward Theodore Newell, memahami penyataan Yosefus yang menunjukkan tahun 92 SM. Menurut Hoover, penanggalan Newell sepertinya berdasarkan gabungan dari pernyataan Yosefus dan Eusebius yang mencatat bahwa Antiokhos diusir dari Ibu kota pada 200 SE (93/92 SM) oleh Filipos I. Hoover menganggap penanggalan Newell sulit untuk diterima, sebuah timbangan pasar dari Antiokhia tercantum nama Antiokhos X dari tahun 92 SM, mungkin bertentangan dengan penanggalan 220 SE (92/92 SM).[49] Di sisi lain pada tahun 221 SE (92/91 SM), kota Antiokhia menerbitkan mata uang sipil yang tidak menyebutkan Raja.[49] Hoover mencatat bahwa mata uang logam tersebut menyebutkan Antiokhia sebagai "Metropolis" tetapi bukan otonom dan hal ini mungkin menjelaskan sebagai hadiah dari Antiokhos X yang diberikan kepada kota atas dukungannya dalam perjuangannya melawan sepupunya.[cat 9][49]

Pada tahun 2007, dengan menggunakan metodologi berdasarkan perkiraan rata-rata penggunaan tahunan cetakan mata uang kuno (Rumus Esty), Hoover mengajukan tahun 224 SE (89/88 SM) sebagai akhir pemerintahan Antiokhos X.[cat 10][72] Kemudian pada tahun 2011, Hoover mencatat bahwa tanggal ini sulit untuk diterima dengan pertimbangan bahwa selama pemerintahan Antiokhos X yang kedua di Ibu kota, hanya satu atau dua cetakan yang digunakan per tahun, jauh terlalu sedikit untuk rata-rata Seleukia dengan masa pemerintahan yang panjang.[73] Hoover kemudian mencatat bahwa sepertinya terdapat indikasi mata uang koin dalam pemerintahan Antiokhos X yang kedua di Ibu kota bersama dengan mata uang Antiokhos XI dan Demetrius III, dibuat kembali oleh Filipos I yang akhirnya mengambil alih Antiokhia pada ca 87 SM, yang menjelaskan kelangkaan mata uang Raja-raja terebut.[74] Hoover mengakui bahwa kesimpulannya "bermasalah".[75] Sejarawan Marek Jan Olbrycht menganggap penanggalan Hoover dan penyataannya terlalu spekulatif dan bertentangan dengan literatur-literatur kuno.[68]

Cara kematian

Cara-cara mengenai kematian Raja beragam, tergantung literatur kuno mana yang digunakan. Sejarawan-sejarawan kuno yamg memberikan informasi tentang kematian Antiokhos X adalah Yosefus, Appianos, Eusebius dan Hieronimus:[76]

Catatan Flavius Yosefus: "Karena ketika dia datang sebagai penolong Laodike, ratu dari Gilead yang berperang melawan bangsa Partia dan dia bertempur dengan gagah berani, dia gugur.[21] Bangsa Partia mungkin bersekutu dengan Filipos I.[77] Orang-orang Laodike, lokasi dan siapa sosoknya sulit untuk ditentukan,[78][79] sebagaimana manuskrip karya Yosefus menceritakan nama yang berbeda-beda untuk orang-orang.[67] Gilead adalah sebutan yang lebih tua berdasarkan Codex Leidensis (Lugdunensis), manuskrip karya Yosefus, tetapi berdasarkan manuskrip Codex Palatinus (Vaticanus) Graecus,[67] konsensus akademis menggunakan nama Samea,[28]

  • Berdasarkan pemahaman Gilead: Dalam pandangan Bouché-Leclercq, pembagian Suriah antara Antiokhos X dan sepupunya, pasti telah menggoda Raja Partia Mithridates II untuk mengambil alih kerajaan. Bouché-Leclercq setuju dengan sejarawan Alfred von Gutschmid untuk mengenali Ratu misterius dengan sepupu Antiokhos X Laodike VII, anak perempuan dari Antiokhos VIII dan istri dari Mithridates I, Raja Kerajaan Commagene yang melepaskan diri dari Seleukia dan mengusulkan Laodike tinggal di Samosata.[80][81] Bouché-Leclercq berhipotesis bahwa Antiokhos X tidak pergi untuk membantu saudara perempuan saingannya, tetapi untuk menghentikan bangsa Partia sebelum mereka mencapai perbatasan.[80] Di sisi lain, sejarawan Adolf Kuhn menganggap bahwa tidak mungkin Antiokhos X akan membantu putri Antiokhos VIII dan mempertanyakan identifikasi dengan Ratu Commagene.[cat 11][83] Kay Ehling mencoba menjelaskan bantuan Antiokhos X dari Laodikia menyarankan bahwa Ratu tersebut adalah putri dari Antiokhos IX, saudara perempuan Antiokhos X.[48]
  • Berdasarkan pemahaman Samea: Sejarawan Josef Dobiáš menganggap Laodike adalah seorang Ratu dari bangsa nomaden berdasarkan kesamaan antara nama dari Codex Palatinus (Vaticanus) Graecus dengan Samènes, orang-orang yang disebutkan dalam catatan ahli geografi abad ke-6 Stephanus of Byzantium, sebagai bangsa nomaden Arab. Hal ini akan menyelesaikan masalah yang diajukan melalui identifikasi dengan Ratu Commagene dan mengakhiri perdebatan mengenai lokasi mereka, sebagaimana kehidupan mereka yang nomaden, membuatnya mereka tidak mungkin untuk ditentukan di mana terjadinya pertempuran. Josef Dobiáš menghubungkan inisiatif tersebut dengan Antiokhos X yang tidak hanya berupaya untuk mempertahankan perbatasannya tetapi juga secara aktif menyerang bangsa Partia.[84]

Catatan Appianos: Antiokhos X di usir keluar dari Suriah oleh Tigranes II dari Kerajaan Armenia.[31] Appianos mencatat lama pemerintahan Tigranes II selama empat belas tahun di Suriah berakhir pada 69 SM.[85] Tahun di mana mundurya Raja Armenia karena berperang melawan Romawi. Oleh karenanya, menurut catatan Appianos, invasi ke Suriah oleh Tigranes II kemungkinan terjadi pada 83 SM.[cat 12][85][87] Bellinger menolak catatan ini dan menganggap bahwa Appianos membingungkan Antiokhos X dengan putranya Antiokhos XIII.[66] Kuhn menganggap kebingungan antara ayah dan anak itu tidak masuk akal karena Appianos menyebut gelar Eusebes ketika berbicara tentang nasib Antiochus X. Dalam pandangan Kuhn, Antiokhos X mundur ke Kilikia setelah dikalahkan oleh Tigranes II dan anak-anaknya memerintah wilayah itu setelah dirinya dan dilaporkan mengunjungi Roma pada 73 SM.[83] Namun bikti-bukti numismatika membuktikan bahwa Demetrius III menguasai Kilikia setelah kematian Antiokhos X dan bahwa Tarsus mencetak mata uang dengan namanya ca 225 SE (88/87 BC).[88] Seorang ahli Mesir Christopher J. Bennett menganggap bahwa terdapat kemungkinan Antiokhos X mundur ke Ptolemais setelah dikalahkan Tigranes karena tempat tersebut menjadi basis bekas isterinya.[89] Dalam sejarahnya, Appianos gagal menyebutkan masa pemerintahan Demetrius III dan Filipos I di Ibu kota yang mendahului masa pemerintahan Tigranes II. Menurut Hoover, ketidaktahuan Appianos tentang Raja-raja yang turut campur antara Antiokhos X dan Tigranes II mungkin menjelaskan bagaimana ia bingung dengan Antiokhos XIII yang diketahui melarikan diri bersama ayahnya dari Raja Armenia.[90]

Catatan Eusebius dan lainnya: Menurut Eusebius yang menggunakan catatan sejarawan abad ketiga Porfirios, Antiokhos X di usir dari Ibu kota oleh Filipos I pada 220 SE (93/92 SM) dan melarikan diri ke Partia.[cat 13][49][66] Eusebius menambahkan bahwa setelah penaklukan Romawi di Suriah, Antiokhos X menyerah kepada Pompeius, berharap untuk diangkat kembali mendapatkan tahtanya, tetapi orang-orang Antiokhia membayar uang kepada jenderal Romawi untuk menghindari restorasi Seleukia. Antiokhos X kemudian diundang oleh Aleksandria untuk memerintah bersama dengan putri-putri Ptolemeus XII, tetapi tak lama kemudian ia meninggal karena sakit.[64] Catatan ini telah dipertanyakan oleh para ahli, seperti Hoover dan Bellinger.[49][66] Kisah yang diceritakan oleh Eusebius mengandung ketidaktepatan faktual, sebagaimana ia menulis bahwa pada tahun yang sama Antiokhos X dikalahkan oleh Filipos I dan menyerah kepada Pompeius,[92] sementara pada saat yang sama Filipos I ditangkap oleh gubernur Suriah Aulus Gabinius.[49][93] Namun, Pompeius tiba di Suriah hanya pada 64 SM[94] dan pergi pada 62 SM.[95] Aulus Gabinius diangkat menjadi gubernur Suriah pada 57 SM.[96] Bagian dari catatan Eusebius mengenai penyerahan kepada Pompeius juga menggemakan nasib Antiokhos XIII.[97] sang penulis sepertinya membingungkan nasib Antiokhos XIII dengan putranya.[66][69] Sejarawan abad kedua Yustinus yang mencatat berdasarkan karya sejarawan abad kesatu Gnaeus Pompeius Trogus juga membingungkan ayah dan anaknya, sebagaima ia mencatat bahwa Antiokhos X diangkat menjadi Raja Suriah oleh jenderal Romawi Lucullus setelah kekalahan Tigranes II pada 69 SM.[90][64]

Suksesi

Koin logam Kleopatra Selini dan Antiokhos XIII dari koleksi Henri Arnold Seyrig

Diketahui dari bukti-bukti numismatika bahwa Demetrius III akhirnya menggantikan Antiokhos X di Antiokhia.[98] Pernyataan Eusebius bahwa Antiokhos X diusir dari Ibu kota oleh Filipos I pada tahun 220 SE (93/92 SM) bertentangan dengan koin Demetrius III, yang tidak disebutkan sama sekali oleh Eusebius.[49] Setiap usulan bahwa Filipos I menguasai Antiokhia sebelum kematian Demetrius III dapat ditolak. Selain bukti numismatika, tidak ada sumber kuno yang menyatakan bahwa Demetrius III harus mengusir Filipos I keluar dari kota.[72]

Pada tahun 1949, koin Jugate Kleopatra Selini dan Antiokhos XIII, dari koleksi arkeolog Prancis Henri Arnold Seyrig, yang diberi tanggal oleh sejarawan Alfred Bellinger hingga 92 SM dan dianggap berasal dari Antiokhia.[66] Berdasarkan penanggalan Bellinger, beberapa sejarawan modern seperti Ehling, mengusulkan bahwa Cleopatra Selini menjalani pemerintahan sementara di Antiokhia antara kematian suaminya dan kedatangan penggantinya.[99] Pada tahun 1952, Bellinger meragukan penanggalannya sendiri dan di mana koin itu dicetak, menyarankan Kilikia daripada Antiokhia.[55] Koin ini diberi tanggal oleh banyak sarjana abad kedua puluh satu hingga 82 SM.[99]

Lihat juga

Catatan

Referensi

Kutipan

Daftar pustaka

Pustaka lanjutan

Pranala luar

Antiokhos X Eusebes
Lahir: 113 Meninggal: 92 or 88 BC
Didahului oleh:
Seleukos VI
Demetrius III
Raja Suriah
95–92 or 88 BC
bersama dengan Demetrius III (95–92 or 88 BC)
Antiokhos XI (94–93 BC)
Filipos I (94-92 or 88 BC)
Diteruskan oleh:
Demetrius III
Filipos I